Ahad 09 Apr 2023 12:45 WIB

Kinerja Saham Sektor Barang Konsumen Masih Terkoreksi, Ini Penyebabnya

Performa tersebut sejalan dengan pergerakan IHSG.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Kinerja indeks sektor barang konsumen primer maupun nonprimer masih mengalami koreksi, masing-masing sebesar 0,67 persen dan 3,70 persen secara year to date (ytd) per 6 April 2023.
Foto: Republika/Prayogi.
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Kinerja indeks sektor barang konsumen primer maupun nonprimer masih mengalami koreksi, masing-masing sebesar 0,67 persen dan 3,70 persen secara year to date (ytd) per 6 April 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja indeks sektor barang konsumen primer maupun nonprimer masih mengalami koreksi, masing-masing sebesar 0,67 persen dan 3,70 persen secara year to date (ytd) per 6 April 2023. Performa tersebut sejalan dengan pergerakan IHSG yang turut mengalami koreksi 0,84 persen ytd.

"Secara sektoral, hal ini juga tecermin dari rilis kinerja keuangan beberapa emiten yang sebagian besar tidak mencatatkan peningkatan yang signifikan pada tahun lalu," kata Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, Sabtu (8/4/2023).

Baca Juga

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih solid di sepanjang 2022 sebesar 5,31 persen. Sektor konsumsi rumah tangga dengan bobot 51,65 persen terhadap PDB, berdasarkan pengeluaran, mengalami peningkatan 4,48 persen year on year (yoy).

Meskipun terlihat adanya akselerasi konsumsi domestik, menurut Ratih, beberapa emiten di sektor konsumen terhalang oleh gejolak ekonomi yang terjadi sepanjang 2022. Hal itu seperti inflasi dari sisi produsen dan konsumen serta kenaikan suku bunga. Selain itu, penurunan nilai tukar rupiah menghambat kinerja keuangan, seperti top line dan bottom line

 

Ratih menjelaskan, kenaikan inflasi memberikan dampak negatif bagi sektor barang konsumen nonprimer terutama dengan pangsa pasar menengah ke bawah. Sementara itu, terdepresiasinya nilai tukar rupiah dan lonjakan komoditas pangan pada 2022 membuat COGS dan total expense mengalami kenaikan.

"Sehingga, ini menekan kinerja bottom line emiten di sektor barang konsumen primer," kata Ratih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement