REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan, utang pemerintah untuk pembayaran selisih harga minyak goreng dalam program Satu Harga Rp 14 ribu per liter yang digelar pada Januari 2022 belum kunjung dibayar. Aprindo mendata, utang yang harus dibayarkan kepada retail modern mencapai Rp 344,35 miliar.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Aprindo mencatat, berdasarkan penghitungan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), rata-rata harga keekoomian minyak goreng pada Januari 2022 sebesar Rp 17.260 per liter. Dengan kata lain, terdapat selisih harga sebesar Rp 3.260 per liter dengan harga jual Rp 14 ribu kepada konsumen.
Kebijakan satu harga tersebut ditempuh Kementerian Perdagangan pada Januari 2022 lalu menyikapi adanya kenaikan harga minyak goreng yang cukup signifikan. Kemendag lantas menetapkan kebijakan tersebut di toko retail untuk seluruh jenis minyak goreng.
Sebagai kompensasi, pemerintah akan mengganti selisih harga yang ditanggung para peretail karena harga beli minyak goreng yang jauh lebih tinggi dari Rp 14 ribu.
Roy menjelaskan kebijakan satu harga itu dimulai sejak 19 Januari 2022 sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 dan berakhir 31 Januari 2022. Penyelesaian pembayaran selisih seharusnya selesai enam bulan kemudian.
Ia mengaku telah melakukan audiensi dengan Kemendag karena pembayaran tak dilakukan hingga lewat tenggat waktu. "Tapi, karena (masa berlaku) sudah habis, dikatakan tidak ada landasan regulasi untuk membayarnya, kami kaget sekaget-kagetnya dan bingung sebingung-bingungnya," kata Roy.
Lebih lanjut, Roy mengaku telah melakukan audiensi kepada Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) karena pembayaran selisih tersebut sebetulnya menggunakan dana pungutan ekspor sawit yang ditarik oleh BPDPKS.
Menurutnya, pihak BPDPKS sudah siap membayar dan dana telah tersedia. Namun pencairan belum dapat dilakukan karena masih menunggu verifikasi lembaga survei dan mendapat rekomendasi dari Kemendag.
Ia mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima, pemerintah telah menunjuk Sucofindo sebagai verifikator namun tak kunjung ada kejelasan. "Lalu, pada November (2022) kami dapat kabar dari Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag sudah tidak di Sucofindo tapi di BPKP. Lho, di BPKP ini tidak terkait dengan dana APBN?" katanya.
Keganjilan proses verifikasi pembayaran selisih harga itu semakin dirasakan setelah diketahui proses verifikasi kini berada di Kejaksaan Agung. "Pada Januari (2023), sudah tidak di BPKP tapi sudah di Jampidum Kejaksaan Agung," ujarnya.
Aprindo menyayangkan sikap pemerintah karena telah memberikan penugasan namun justru tidak memberikan kejelasan pembayaran utang. Pengusaha retail mengeklaim selalu mendukung pemerintah dalam setiap program untuk menstabilkan pasokan dan harga pangan. Ketidakjelasan kebijakan pemerintah pun dinilai Roy memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan para investor yang telah menanamkan modalnya di industri retail Indonesia.
Sejauh ini, Aprindo telah beranggotakan sekitar 600 perusahan retail modern dengan total jumlah jaringan gerai mencapai 48 ribu unit di Indonesia. Perusahaan retail yang mengikuti program Minyak Goreng Satu Harga ada 31 perusahaan dengan jumlah gerai sekitar 42 ribu unit.
"Jadi, kita masih tanda tanya sampai hari ini, bulan ini (Februari) saya belum tahu (perkembangannya)," kata Roy.