REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Masalah pembayaran utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng masih belum selesai sampai sekarang. Itu karena pemerintah belum membayar utang tersebut ke pengusaha.
Menanggapi itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengakui, penyelesaian polemik rafaksi minyak goreng ini membutuhkan waktu.
"Terkait rafakasi memang cukup memakan energi dan waktu yang cukup melelahkan," ujarnya dalam konferensi pers di sela Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (2/11/2023).
Ia melanjutkan, Kemendag telah memenuhi undangan dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) untuk menindaklanjuti penyelesaian rafaksi minyak goreng. Itu karena terdapat pengaduan dari Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo).
Kini, Kemendag akan mengirim surat ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian agar persoalan rafaksi minyak goreng bisa dibahas dalam rapat terbatas atau Rakortas.
"Dari kesimpulan yang disampaikan Kemenkopolhukam ini dikembalikan ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perekonomian. Saat ini kami akan berkirim surat sehubungan dengan surat Kemenkopolhukam itu kepada Kemenko Perekonomian untuk nantinya diantar (dibahas) dalam rakortas karena memang, istilahnya, siapa yang memulai, siapa yang mengakhiri," tutur Isy.
Diketahui Kementerian Perdagangan saat ini berutang kepada Aprindo sebesar Rp 344 miliar. Hanya saja, utang gabungan kepada produsen minyak goreng dan pengusaha ritel mencapai Rp 800 Miliar
Sebelumnya, Aprindo sepakati rencana pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng. Itu akan dilakukan akibat polemik penyelesaian utang rafaksi minyak goreng yang sampai sekarang tidak dibayarkan pemerintah ke peritel.