REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebutkan, kredit perbankan yang direstrukturisasi akibat Covid-19 turun menjadi sebesar Rp 469 triliun pada 2022. Sebelumnya mencapai Rp 839 triliun.
“Maka dapat diartikan kita siap mengakhiri masa restrukturisasi pada akhir Maret 2023. Kecuali untuk beberapa sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024,” ujarnya dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan yang dipantau secara virtual, Senin (6/2/2023).
Restrukturisasi tersebut, kata dia, didukung oleh meningkatnya coverage pencadangan menjadi sebesar 24,3 persen dari total restrukturisasi kredit. Tahun ini, lanjutnya, program restrukturisasi kredit dilanjutkan, namun hanya bagi sektor tertentu.
Itu sejalan dengan rencan pemerintah menurunkan status pandemi Covid-19. Perpanjangan restrukturisasi kredit pun sesuai dengan salah satu fokus kebijakan OJK pada 2023, yaitu menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Maka OJK akan mendorong sumber pendanaan yang dapat dioptimalkan melalui peningkatan minat investor terhadap instrumen investasi berkelanjutan dan hijau serta investasi syariah di Indonesia," tutur Mahendra.
Ia menambahkan, OJK juga menjalankan program peningkatan daya tarik investasi pasar keuangan domestik, di antaranya mendorong terciptanya institusi penyedia likuiditas, pengembangan infrastruktur dan produk derivatif di Bursa Efek Indonesia, serta mengoptimalkan penerapan prinsip interoperabiliti antar pasar keuangan.
OJK turut mendukung berbagai kebijakan strategis pemerintah. Meliputi percepatan pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang akan diikuti oleh dukungan terhadap lembaga jasa keuangan untuk beroperasi di IKN.
“OJK berkomitmen terus melakukan percepatan perluasan akses keuangan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Itu guna mendukung program prioritas pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan nasional,” jelas dia.
Otoritas, lanjutnya, terus memperkuat beragam kebijakan mendukung program hilirisasi komoditas Sumber Daya Alam (SDA). Itu demi meningkatkan nilai tambah.