REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2022 merosot ke salah satu titik terendah dalam setengah abad terakhir. Kuartal keempat tahun ini terpukul pembatasan Covid-19 dan jatuhnya pasar properti. Pemerintah Negeri Tirai Bambu semakin tertekan untuk menggelontorkan lebih banyak stimulus tahun ini.
Pada Selasa (17/1/2023) Biro Statistik Nasional (NBS) China melaporkan produk domestik bruto (PDB) pada bulan Oktober sampai Desember tahun 2022 tumbuh 2,9 persen dari tahun sebelumnya. Melambat dibandingkan kuartal ketiga dengan kecepatan 3,9 persen.
Angka ini masih melampaui kuartal kedua dengan ekspansi 0,4 persen dan ekspektasi pasar naik 1,8 persen. Berdasarkan data triwulan PDB di kuartal keempat stagnan 0,0 persen dibandingkan pertumbuhan Juli sampai September sebesar 3,9 persen.
Bulan lalu Beijing mencabut peraturan ketat Covid-19 yang telah menahan aktivitas ekonomi pada tahun 2022. Tapi pelonggaran diiringi lonjakan kasus infeksi yang menurut ekonom menghambat pertumbuhan jangka pendek.
PDB China pada tahun 2022 tumbuh 3,0 persen, jauh lebih rendah dari target pemerintah yang "sekitar 5,5 persen" dan melambat tajam dari pertumbuhan tahun 2021 sebesar 8,4 persen. Tidak termasuk kuartal keempat tahun 2020 saat Covid-19 pertama kali melanda dengan ekspansi 2,2 persen.
Tahun itu performa pertumbuhan terburuk China sejak 1976, akhir Revolusi Budaya yang menghancurkan ekonomi.
NBS juga merilis indikator lain pada bulan Desember seperti penjualan ritel dan produksi manufaktur. Dua angka itu melampaui ekspektasi tapi masih lemah.
"Data aktivitas bulan Desember secara mengejutkan tapi masih lemah, terutama segmen sisi permintaan seperti pengeluaran ritel," kata ekonom senior dari Oxford Economics Louise Loo.
"Sejauh ini data mendukung pandangan lama dorongan pembukaan China akan melemah di awal, dengan pengeluaran konsumen menjadi penghambat utama di tahap awal," tambahnya.
Ekonom lainnya dari GTJAI, Hao Zhou memperkirakan perbaikan yang stabil pada investasi dan konsumsi yang didukung dibukanya kembali perbatasan dan investasi infrastruktur pemerintah.
Jajak pendapat Reuters menemukan para ekonom berpendapat pertumbuhan China akan tumbuh 4,9 persen pada tahun 2023. Saat pemimpin-pemimpin China mengambil langkah untuk mengatasi sejumlah masalah yang menyeret pertumbuhan seperti kebijakan ketat Covid-19 dan krisis sektor properti.
Sebagian besar ekonom memperkirakan pertumbuhan akan naik pada kuartal kedua tahun ini. Rebound China dinilai akan meredam resesi global tapi kebangkitan raksasa Asia juga dapat menimbulkan masalah inflasi ketika pemerintah di seluruh dunia mulai mengatasi lonjakan harga.