REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang, yang merupakan bagian dari Subholding Upstream Pertamina, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR)-Regional Sumatera, Zona 1, berperan strategis dalam mengembangkan berbagai potensi masyarakat di sekitar wilayah operasinya. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuan PHE Jambi Merang menerapkan inovasi sosial dan mereplikasi program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) menuju masyarakat mandiri cinta bumi.
Dua program andalan PHE Jambi Merang terkait lingkungan adalah Sekolah Cinta Bumi dan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Di luar itu, PHE Jambi Merang pun menjalankan program lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti usaha produksi kompos organik, demplot tanaman dapur dan toga, pelatihan budidaya tanaman hortikultura seperti cabe, kunyit, dll, serta pengendalian hama terpadu.
“Kami juga memberikan pelatihan kesehatan masyarakat, pemanfaatan lidi sawit untuk kerajinan rumah tangga, pembentukan kelompok Keramba Jaring Apung (KJA) dan pendidikan anak warga Suku Anak Dalam (SAD) secara berkelanjutan,” ujar Handri Ramdhani, Manager Communication Relations & CID PHR-Regional Sumatera, di Jambi, Rabu (9/11/2022).
Handri mengatakan, PHE Jambi Merang saat ini memberdayakan warga dengan mereplikasi program Sekolah Cinta Bumi yang sebelumnya telah berjalan dengan baik di SDN Mendis, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. “Keberhasilan program di SDN Mendis kami replikasikan di SDN 2 Sukajaya di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Bayung Lencir, menjadi Sekolah Cinta Bumi Bebas Plastik,” ujar Handri.
Program Sekolah Cinta Bumi Bebas Plastik di SDN 2 Sukajaya dimulai pada 2019. Tujuan program ini adalah memupuk nilai peduli lingkungan sejak dini. Sejumlah langkah yang dilakukan mulai dari pemanfaatan sampah plastik menjadi berbagai kerajinan, bank sampah siswa, budidaya tanaman hidroponik, pembuatan instalasi pengolahan air limbah kantin untuk menyiram tanaman di sekolah, serta pengolahan lidi sawit menjadi piring makan.
“Untuk menerapkan program bebas plastik ini juga dibagikan tempat makan dan minum kepada siswa untuk menghindari sampah plastik sekali pakai,” ujar Sukasmino, Kepala SDN 2 Sukajaya.
Menurut Sukasmino, Program Sekolah Cinta Bumi Bebas Plastik ini juga berdampak pada orangtua dan keluarga siswa, karena secara tidak langsung mereka ikut memilah sampah terutama berkaitan dengan bank sampah. Sampah yang dipilah tersebut dapat ditukarkan dengan alat tulis, buku serta uang yang akan dicatatkan dalam buku tabungan. “Sampah plastik, kardus, kertas, dan aluminium ini dapat ditukarkan di bank sampah. Kegiatan penukaran di bank sampah tersebut dilakukan setiap Sabtu,” terangnya.
Sampah yang ditukarkan tersebut dihargai Rp 2.000 per kilogram untuk botol plastik, cup plastik Rp 2.000 per kilogram, kertas dan kardus Rp 3.000 per kilogram, aluminium Rp 4.000 per kilogram. Sampah tersebut akan dijual kepada pengepul. “Sampah yang dijual ada tiga jenis, botol plastik, kardus, dan kertas,” ujar Kholita, Guru SDN 2 Sukajaya.
Tak hanya itu, SDN 2 Sukajaya juga membuat pos penjaga dari ecobrick yang berasal dari botol plastik bekas air minum kemasan yang diisi dengan sampah plastik. Dengan ecobrick, lanjut Sukasmino, sekolah hemat biaya dalam membuat pos penjaga karena tidak perlu lagi membeli batu bata.
Program replikasi berikutnya adalah pecegahan Karhutla. Sukses dengan pemberdayaan Kelompok Tanggap Api Desa Mendis (Ketan Adem) yang melakukan mitigasi dan penanggulangan karhutla, PHE Jambi Merang mereplikasinya pada program Regu Peduli Air (REPAIR). “Ini adalah replikasi program dalam restorasi lahan gambut untuk mencegah karhutla,” kata Handri.
Di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, karhutla menjadi masalah klasik dan selalu mengganggu warga masyarakat yang hidup di sekitar lahan gambut. Tidak hanya menganggu kesehatan, api dan asap juga mengancam keselamatan warga desa. Sistem penanggulangan bencana kebakaran yang ada tidak mampu mengatasi api. Wargapun lebih sering ikhlas menerima kenyataan pahit menghirup asap kebakaran sambil terus mengawasi si jago merah agar tidak menjalar ke pemukiman.
“Kondisi tersebut berangsur berubah saat terpal plastik mulai digunakan warga sebagai bahan utama membuat sekat air. Ide tersebut didorong oleh tim PHE Jambi Merang,” ujar Edi Susanto, Ketua Gapoktan Berkah Hijau Lestari. Gapoktan Berkah Hijau Lestari membawahi 14 Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan 879 anggota petani.
Edi mengatakan, Gapoktanhut Berkah Hijau Lestari bersama PHE Jambi Merang membangun 16 unit Sekat Kanal Terpal. Ini jadi salah satu inovasi terbaru yang terbukti sangat membantu warga menghalau api. “Konsepnya bukan ada api baru dipadamkan. Jadi sebelum kemarau datang kita lihat tinggi muka air. Kalau air dibawah 40 cm kita harus memasang sekat agar air tidak terus turun dan lahan gambut tetap basah,” ujar Edi.
REPAIR bentukan PHE Jambi Merang di Muara Medak bertugas menjaga ketersediaan air di Sekat Kanal. PHE Jambi Merang juga memberikan berbagai bantuan agar warga tetap bisa meningkatkan perekonomian selain menjaga wilayahnya dari kobaran si jago merah. Beberapa program yang diusung antara lain juga Sekat Bakar. Metode ini khusus untuk menghalau api di lahan gambut dengan memanfaatkan tanaman yang sulit untuk terbakar seperti nanas, jelutung, dan Pinang. Selain bisa menghambat jalaran api, tanaman-tanaman tersebut juga bernilai ekonomi.
Hingga kini sudah dua hekare lahan yang dimanfaatkan untuk ditanami Nanas dengan harga untuk satu buah berkisar Rp 1.500-Rp 2.500. Luasan itu ditargetkan terus bertambah. “Kami sih niatnya kalau bisa jadi 8 ha untuk tanam Nanas. Jadi dari yang 2 ha sekarang nanti bisa produksi bibit sendiri, sehingga mengurangi ongkos,” ujar Edi selaku ketua RT.
Selain wilayah Musi Banyuasin, Program TJSL Pertamina Subholding Upstream Regional Sumatera pun menyasar masyarakat di Kota Jambi. Salah satunya ibu-ibu wilayah Kenali Asam Atas, Kota Jambi. Bersama Pertamina EP (PEP) Jambi Field, para ibu di Kenali Asam Atas sibuk menanam hidroponik. Ragam sayuran tumbuh di Gerai Energi yang dikelola oleh Kelompok Hidroponik Barokah, antara lain Pakcoy, Selada, Kangkung, Bayam, Bayam Brazil serta Kale. Tanaman organik tersebut kini sudah bisa memenuhi kebutuhan sayuran masyarakat kota Jambi.
Para ibu ini bisa mengantongi omzet paling tidak Rp 1 juta per orang per bulan dari hasil jualan sayur hidroponik. “Hasilnya kami jual juga di M Bloc Market, di kota Jambi,” kata Lindo Sitompul, Ketua Kelompok Hidroponik Barokah. Selain dijual langsung ke pasar atau supermarket, sayuran hasil tanam hidroponik juga diolah untuk dijadikan produk jadi seperti kerupuk, jus, kue dan makanan ringan lainnya.
Hermansyah, Field Manager Jambi, mengatakan konsep yang dikembangkan oleh tim PEP Jambi Field di Gerai Energi adalah Eduwisata. Nantinya Gerai Energi bisa dikunjungi warga masyarakat tidak hanya untuk membeli sayuran, tapi juga untuk belajar bercocok tanam hidroponik dan tanaman obat keluarga (TOGA).
Program lain yang dijalankan Jambi Field adalah edukasi warga binaa di Lapas Perempuan Kelas II B Kota Jambi. Program ini merupakan replikasi dari program pemberdayaan masyarakat Batik Ramah Lingkungan yang berlokasi di Kelurahan Legok yang sebelumnya dikenal sebagai kampung narkoba. Regional Sumatera berencana mengembangkan kelembagaan baru bagi warga binaan lapas pasca tahanan bagi Lapas Perempuan Kelas II B dan bagi warga lapas lainnya di Kota Jambi yang di fasilitasi satu wadah untuk didampingi dalam program pemberdayaan masyarakat.
“Dengan demikian, stigma negatif yang melekat pada warga pasca masa tahanan dapat berkurang, karena mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang bernilai tinggi di masyarakat, yang dapat membantu menghidupi mereka secara ekonomi,” kata Handri Ramdhani.