Ahad 13 Nov 2022 12:40 WIB

Jokowi: Negara Berkembang Terus Perjuangkan Hak untuk Hilirisasi

Perdagangan dunia harus diatur dengan mempertimbangkan hak negara berkembang.

 Presiden AS Joe Biden (tengah) berdiri dengan, dari kiri, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Presiden Indonesia Joko Widodo, Sultan Brunei Haji Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Laos Phankham Viphavan dan Perwakilan Khusus Malaysia untuk Perdana Menteri Azhar Azizan Harun untuk foto keluarga KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Sabtu, 12 November 2022, di Phnom Penh, Kamboja.
Foto: AP/Alex Brandon
Presiden AS Joe Biden (tengah) berdiri dengan, dari kiri, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Presiden Indonesia Joko Widodo, Sultan Brunei Haji Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Laos Phankham Viphavan dan Perwakilan Khusus Malaysia untuk Perdana Menteri Azhar Azizan Harun untuk foto keluarga KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Sabtu, 12 November 2022, di Phnom Penh, Kamboja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan negara berkembang terus memperjuangkan hak untuk hilirisasi sumber daya alam mentah. Hilirisasi ini agar mendapatkan nilai tambah dan keuntungan yang memadai.

"Apakah dengan mengekspor bahan baku mentah negara berkembang mendapatkan keuntungan yang memadai? Jawabannya tidak. Untuk itu, negara berkembang terus memperjuangkan hak untuk hilirisasi," kata Presiden Jokowi pada ASEAN Global Dialogue Ke-2: Post Covid-19 Comprehensive Recovery, di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (13/11/2022), sebagaimana keterangan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden diterima di Jakarta.

Baca Juga

Presiden Jokowi menyampaikan perdagangan dunia harus diatur dengan mempertimbangkan hak pembangunan negara berkembang. Jokowi juga menyoroti kesulitan yang dialami negara berkembang saat ingin melakukan hilirisasi.

Hak pembangunan negara berkembang merupakan salah satu dari tiga fokus utama yang disampaikan Presiden Jokowi untuk ASEAN dalam menghadapi tantangan ekonomi kawasan. "Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi rata-rata masih terus positif, namun ke depannya, tantangan ekonomi kawasan akan makin berat apalagi dengan ancaman resesi. Untuk itu, saya ingin fokus pada tiga hal," kata Jokowi.

Fokus lainnya adalah penguatan fiskal negara-negara anggota ASEAN. Presiden mendorong agar ruang fiskal harus diciptakan demi stabilitas keuangan.

Selain itu, kata dia, efisiensi belanja dan alokasi anggaran ke program mitigasi dampak krisis harus menjadi prioritas termasuk jaring pengaman bagi rakyat kurang mampu. "Dukungan pada sektor yang memiliki dampak terhadap ekonomi kawasan juga harus diprioritaskan. ADB (Asian Development Bank) telah mengidentifikasinya seperti pariwisata, agro-processing, dan tekstil. Sektor-sektor ini penting karena melibatkan UMKM yang wakili 90 persen dunia usaha ASEAN," kata Presiden.

Fokus selanjutnya adalah penguatan dukungan keuangan internasional. Presiden Jokowi menegaskan pentingnya peran lembaga keuangan internasional dalam merespons krisis dan meminimalisir dampak yang diakibatkan krisis melalui berbagai instrumen keuangan yang fleksibel.

"Ada instrumen yang sifatnya darurat sehingga bisa cepat digunakan saat krisis, dan lebih penting dari itu perlu ada instrumen yang berfungsi mencegah krisis. Dukungan ini penting bagi ASEAN untuk antisipasi memburuknya krisis ke depan, salah satunya dengan perkuat infrastruktur keuangan di kawasan, termasuk sinergi kebijakan finansial," kata Presiden Jokowi.

Pada akhir pengantarnya, Presiden Jokowi kembali menegaskan pentingnya berkolaborasi erat dan bekerja sama untuk menghadapi krisis yang terjadi saat ini. Turut hadir mendampingi Presiden Jokowi dalam dialog tersebut, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement