Jumat 07 Nov 2025 19:47 WIB

Hilirisasi Jadi Penopang Ketahanan Industri Nikel Nasional

Hilirisasi memberikan nilai tambah signifikan terhadap pertumbuhan sektor nikel

Pekerja menggunakan pakaian tahan api saat mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Selasa (21/10/2025). Produksi nikel matte PT Vale Indonedia Tbk pada Semester I-2025 sebesar dua persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 34.774 ton meningkat menjadi 35.584 ton dan menargetkan produksi nikel matte hingga akhir tahun 2025 mencapai 71.234 ton.
Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Pekerja menggunakan pakaian tahan api saat mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Selasa (21/10/2025). Produksi nikel matte PT Vale Indonedia Tbk pada Semester I-2025 sebesar dua persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 34.774 ton meningkat menjadi 35.584 ton dan menargetkan produksi nikel matte hingga akhir tahun 2025 mencapai 71.234 ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tekanan harga nikel global sepanjang 2025 tidak menggoyahkan ketahanan industri nikel Indonesia. Di tengah melemahnya ekonomi Tiongkok dan meningkatnya pasokan global, kinerja dua produsen utama, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), tetap mencatat pertumbuhan positif berkat percepatan hilirisasi di bawah MIND ID Group.

Di bursa London Metal Exchange (LME), harga nikel sempat turun ke kisaran 16 ribu dolar AS per ton dari posisi di atas 20 ribu dolar AS pada tahun sebelumnya. Kondisi ini menekan margin produsen global, terutama karena perlambatan sektor baja tahan karat dan penyesuaian rantai pasok baterai kendaraan listrik.

Namun, industri nikel Indonesia menunjukkan ketahanan melalui konsolidasi produksi dan efisiensi operasional. Secara kolektif, ANTAM dan Vale mencatat produksi 68.755 ton nikel hingga akhir September 2025, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi tersebut terdiri atas 17.520 ton feronikel dari ANTAM dan 51.235 ton nikel matte dari Vale Indonesia.

Direktur Eksekutif Center of Energy Policy (CEP) M. Kholid Syeirozi menilai, keberhasilan ini menunjukkan arah hilirisasi mulai memberi hasil nyata.

“Kinerja tambang, termasuk ANTAM, tumbuh positif karena gabungan perbaikan operasi dan ekosistem hilirisasi. Ada kenaikan penjualan berkat meningkatnya permintaan smelter setelah larangan ekspor ore,” ujarnya.

Ia menambahkan, hilirisasi memberikan nilai tambah signifikan terhadap pertumbuhan sektor nikel, meski industri masih menghadapi risiko oversupply global dan pergeseran tren baterai ke tipe lithium iron phosphate (LFP).

“Popularitas baterai LFP bisa menggerus pasar NCM yang banyak menyerap nikel. Karena itu arah hilirisasi harus naik kelas menjadi industrialisasi berbasis nikel, tidak hanya bahan baku baterai,” jelasnya.

Kinerja keuangan ANTAM menjadi refleksi konkret dari strategi tersebut. Hingga kuartal III-2025, ANTAM membukukan penjualan bersih Rp72,03 triliun, naik 67 persen dari Rp43,20 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Laba bersih melonjak hampir tiga kali lipat menjadi Rp6,61 triliun, didorong kontribusi entitas hilir seperti PT Halmahera Persada Lygend (HPL) yang mengolah nikel sulfat untuk bahan baku baterai EV.

Proyek Smelter Feronikel Halmahera Timur (P3FH) yang ditargetkan rampung pada 2026 akan menambah kapasitas produksi 13.500 ton nikel per tahun dan memperkuat rantai nilai baterai nasional.

Sementara itu, Vale Indonesia mencatat pendapatan relatif stabil di 705,4 juta dolar AS hingga September 2025, dengan laba bersih naik menjadi 52,45 juta dolar AS. Produksi nikel matte juga meningkat tipis menjadi 51.235 ton.

Vale memperkuat ekspansi hilirisasi melalui tiga proyek strategis di bawah Indonesia Growth Project (IGP), termasuk IGP Pomalaa di Kolaka yang digarap bersama Huayou dan Ford Motor Company. Proyek tersebut ditargetkan menghasilkan 120 ribu ton nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP) sebagai bahan utama baterai kendaraan listrik.

Kholid menilai, hilirisasi nikel Indonesia telah memasuki tahap krusial menuju industrialisasi. Ke depan, keberhasilan sektor ini akan ditentukan oleh kemampuan menciptakan produk turunan bernilai tinggi dan memperkuat keterkaitan antarindustri dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement