REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko mengatakan, pemerintah terus memberikan perhatiannya terhadap permasalahan ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng. Ia menjelaskan, masalah minyak goreng berawal dari kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional.
Moeldoko mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan upaya penyelesaian secara holistik melalui Permendag No 6/2022. Dari sisi hulu, pemerintah memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic price Obligation (DPO).
“Di sisi hulu kebijakan ini diharapkan bisa memecahkan masalah bahan baku. Sedangkan hilirnya, penetapan HET bisa mengurangi beban konsumen,” kata Moeldoko, di gedung Bina Graha Jakarta, dikutip dari siaran pers KSP, Sabtu (19/2/2022).
Moeldoko mengatakan, implementasi kebijakan Kemendag tersebut sudah berdampak pada ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng di pasaran meski masih belum sesuai yang diharapkan. Moeldoko pun memaparkan hasil monitoring tim Kantor Staf Presiden yang menunjukkan bahwa harga minyak goreng terus turun meski rata-rata masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Moeldoko mengatakan, minyak goreng dengan HET saat ini juga tersedia di pasar modern dan tradisional. “Adanya kelangkaan di beberapa lokasi akan terus diatasi. Kemendag dan produsen sampai saat ini terus berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah itu,” kata Moeldoko.
Sebagai informasi, per 1 Februari 2022, pemerintah telah menetapkan HET minyak goreng dengan rincian, minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp 14 ribu per liter.
Pemerintah juga memberlakukan kebijakan DMO untuk seluruh produsen eksportir minyak goreng sebesar 20 persen dari volume ekspor masing-masing, DPO Rp 9.300 per kilogram untuk CPO, dan Rp 10.300 per kilogram untuk olein (hasil rafinasi dari CPO untuk bahan dasar minyak goreng).