REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana kepresidenan yakin kontraksi ekonomi akan berakhir pada kuartal I 2021. Kinerja ekonomi diprediksi mulai masuk zona positif pada kuartal II 2021 dan seterusnya. Sehingga secara akumulasi, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 akan mencatatkan kinerja positif dibanding 2020 lalu. Pernyataan istana ini merespons pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2021 sebesar minus 0,74 persen, alias masih terkontraksi.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta menilai bahwa realisasi pertumbuhan kuartal I menunjukkan arah perekonomian Indonesia di masa panemi terus membaik. Walau masih mencatatkan kontraksi, Arif menilai trennya terus bergerak positif dibanding kuartal-kuartal sebelumnya. Sebagai informasi, ekonomi Indonesia mulai mengalami kontraksi pada kuartal II 2020 lalu dengan capaian minus 5,32 persen, kuartal III dengan minus 3,49 persen, dan kuartal IV dengan minus 2,19 persen.
Rilis BPS pada Rabu pagi ini yang menyebutkan ekonomi kuartal I 2021 tercatat kontraksi 0,74 persen. Sebagai pengingat, kuartal I 2020 yang lalu memang belum terasa dampak pandemi secara signifikan. Pandemi Covid-19 sendiri baru masuk ke Indonesia pada Maret 2020.
Bahkan, imbuh Arif, sempat terjadi penguatan aktivitas ekonomi pada akhir Maret 2020 akibat adanya panic buying atas beberapa jenis barang tertentu, terutama produk kesehatan dan kebutuhan pokok. Baru setelahnya, terjadi pandemi. Selang setahun, ekonomi Indonesia dianggap cukup kuat bertahan dari berbagai kemungkinan yang lebih buruk.
"Selisih tipis, yang hanya sebesar minus 0,74 persen secara tahunan dibanding masa sebelum pandemi, menunjukan perekonomian kita sanggup bertahan. Kita akan segera masuk ke zona positif," kata Arif dalam keterangan pers, Rabu (5/5).
BPS merilis, 64,56 persen PDB menurut lapangan usaha di kuartal I (yoy) berasal dari industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Indikator tersebut mengindasikan sektor riil sudal bergerak lebih produktif dibanding waktu sebelumnya.
"Selain Itu kita juga melihat bahwa neraca perdagangan surplus kita di kuartal I dengan ekspor tumbuh 6,74 persen, dan impor terkendali tumbuh 5,27 persen," kata Arif.
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan menurut pengeluaran disusun oleh pertumbuhan konsumsi yang masih terkontraksi, 2,23 persen, investasi minus 0,23 persen, belanja pemerintah 2,96 persen, ekspor 6,74 persen, dan impor 5,27 persen.
Arif menambahkan, mengacu pada rincian pertumbuhan berdasarkan pengeluaran tersebut, harus diakui bahwa pandemi covid-19 ini masih menekan perekonomian baik dari sisi pasokan maupun permintaan, sehingga pemerintah terus bekerjasama dengan otoritas moneter terus berupaya untuk mempertahankan dan memperbaiki kedua hal tersebut.