REPUBLIKA.CO.ID, ATLANTA -- Coca-Cola Co sedang mempertimbangkan opsi bisnis pembotolannya di Afrika. Termasuk penjualan atau penawaran umum perdana (IPO).
Raksasa minuman ringan itu memegang 65 persen dari Coca-Cola Afrika dan kini berbicara dengan penasehat potensial terkait pilihan keluarnya. Hal itu disampaikan oleh beberapa orang yang enggan disebutkan namanya.
Penjualan atau IPO saham dapat memberi nilai pada lini bisnis di Afrika sekitar 6 miliar dolar AS. Angka tersebut bisa berubah tergantung tingkat minat pembeli.
Kini musyawarah sedang berlangsung dan tidak ada kepastian akan mengarah pada penjualan atau IPO. Hanya saja Perwakilan bisnis Coca-Cola di Afrika menolak berkomentar.
Coca-Cola awalnya mencoba melepas sahamnya pada 2017. Dilansir Bloomberg pada Rabu (31/3), hal itu menarik minat beberapa perusahaan seperti Heineken NV dan Coca-Cola HBC AG.
Pada saat itu, perusahaan telah memperoleh mayoritas kepemilikan kurang dari setahun sebelumnya. Ketika membayar 3,15 miliar dolar AS untuk membeli Anheuser Busch InBev dari usaha patungan pembotolan Afrika.
Bisnis Coca-Cola Beverages Africa melayani 13 negara, termasuk Kenya, Ethiopia, dan Ghana. Ini menyumbang sekitar 40 persen dari perusahaan minuman yang berbasis di Atlanta itu.
Coca-Cola menyelesaikan kesepakatan awal tahun ini. Tujuannya meningkatkan kepemilikan saham lokal di unit pembotolan Afrika Selatan.
Selama setahun penutupan restoran, taman hiburan, dan stadion, akibat Covid-19 di seluruh mancanegara, telah mengganggu bisnis global Coca-Cola. Penjualan organik turun 3 persen pada kuartal IV 2020 di tengah tantangan berkelanjutan dari pandemi.
Hanya saja, penurunan itu tidak separah perkiraan analis. Coca-Cola telah memperkirakan pertumbuhan pendapatan satu digit yang tinggi pada 2021, karena banyaknya negara yang melakukan vaksinasi.