Rabu 09 Dec 2020 00:25 WIB

Gappri Berharap Ada Relaksasi Cukai

Gappri menyatakan bakal tetap menaati kebijakan pemerintah.

Rep: Novita Intan/ Red: Satria K Yudha
Petani menjemur tembakau rajang di Desa Sumberejo, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Kamis (1/10/2020). Menurut data Badan Pusat Statistik pada September 2020 terjadi penurunan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Indonesia sebesar 0,07 persen yang disebabkan oleh turunnya indeks kelompok pengeluaran makanan, minuman,  tembakau,  serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Foto: AJI STYAWAN/ANTARA
Petani menjemur tembakau rajang di Desa Sumberejo, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Kamis (1/10/2020). Menurut data Badan Pusat Statistik pada September 2020 terjadi penurunan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Indonesia sebesar 0,07 persen yang disebabkan oleh turunnya indeks kelompok pengeluaran makanan, minuman, tembakau, serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) berharap pemerintah memberikan relaksasi cukai. Gappri menilai relaksasi dibutuhkan karena kinerja industri hasil tembakau (IHT) mengalami pelemahan akibat dampak kenaikan cukai 23 persen dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen pada 2020 serta pandemi Covid-19. 

Ketua umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan, IHT sedang menghadapi ketidakpastian kebijakan cukai 2021. “Kami mendengar Kementerian Keuangan berencana menaikkan cukai 2021 yang cukup tinggi. Tetapi hingga akhir tahun ini belum ada kejelasan,” kata Henry, Selasa (8/12). 

Bila merujuk pengalaman sebelumnya, menurut Henry, pemerintah biasanya mengumumkan kebijakan kenaikan cukai antara Oktober-November. "Di tengah ketidakpastian mengenai rencana kebijakan cukai 2021, IHT khawatir kenaikan cukai justru masih memberatkan dampak terhadap sektor pertembakauan nasional," ucapnya.

Oleh karena itu, kata dia, Perkumpulan Gappri sangat berharap tidak ada kenaikan tarif cukai pada 2021 di tengah pandemi dan pelemahan kinerja IHT. Meski keberatan dengan rencana kenaikan, Gappri menyatakan bakal tetap menaati kebijakan tersebut dengan segala konsekuensinya. 

“Untuk pemulihan IHT, Gappri berharapnya tidak ada kenaikan. Tetapi jika memang naik dan dan diumumkan akhir tahun (Desember ini), kami berharap pemerintah memberikan relaksasi cukai agar dampak terhadap arus kas perusahaan tidak terlalu parah,” ucapnya.

Ia mengatakan, Gappri berharap ada fasilitas perpanjangan (mundur) dua bulan untuk batas waktu pemesan pita cukai, batas waktu pelekatan pita cukai, batas waktu penarikan rokok berpita cukai 2020.  "Mundurnya batas waktu tersebut sesuai dengan mundurnya waktu pengumuman kebijakan, yakni dua bulan," ucapnya.

Selain itu, Gappri erharap ada relaksasi penundaan pembayaran pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari pada awal 2021. Menurut Henry, permohonan relaksasi fasilitas ini didasari tren pasar di awal tahun yang biasanya pada posisi terendah disebabkan musim hujan, bencana, hingga tidak ada petani yang melakukan panen. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement