REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mengakui salah satu terhambatnya proyek pipa Cirebon Semarang (Cisem) karena tak adanya kepastian pasokan gas. Hal ini membuat kontraktor pemenang lelang, PT Rekayasa Industri (Rekind) belum melakukan pembangunan pipa ini.
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa menjelaskan, Rekind mengantongi kemenangan lelang ruas pipa Cirebon Semarang sejak 2006. Hal ini berdasarkan Rancangan Induk Jaringan Gas Bumi Nasional (RIJGBN) bahwa ke depan kebutuhan gas di wilayah Jawa Tengah akan tumbuh.
Sayangnya, hingga 2020, Rekind belum bisa membangun jaringan pipa ini. Selain karena belum adanya industri yang menjadi offtaker dari ruas pipa ini, juga tak adanya pasokan gas yang pasti akan darimana gas ini bersumber.
"Potenisnya ada tapi memang belum berjalan," ujar Ifan di Gedung BPH Migas, Rabu (14/10).
Meski begitu, Ifan merinci memang kalau dalam skala kecil pasokan gas bisa saja dicari. Meski hal tersebut kemudian akan mengubah rencana awal besaran ruas pipa yang akan berpengaruh juga pada perhitungan biaya.
Ia mengatakan sumber gas bisa mengambil dari Lapangan Jambaran Tiung Biru sebesar 20 mmscfd. Lalu ada pasokan LNG dari Bontang dan juga bisa juga terintegrasi dengan ruas pipa Dumai Singapura.
"Tapi kan kemudian ini akan berpengaruh pada nilai toll fee. Karena toll fee diambil dari besaran investasi dan ongkos operasional dibagi volume gas yang tersalurkan. Kalau volume gas yang tersalurkan kecil, maka toll fee juga akan semakin besar," ujar Ifan.
Selain itu, kata Ifan, kendala pasokan juga sempat terjadi karena adanya ego sektoral. Ia mengatakan rencana awal pipa Cisem mendapatkan pasokan dari Kalimantan tersendat karena adanya gejolak pelarangan distribusi gas dari Kalimantan ke Jawa.
"Dulu pipa cisem ini kaitannya dengan Kalimantan dan Jawa. Di rencana induk 2005-2006 itu sudah ada rencana gas dari Kalimantan. Tapi waktu ada gejolak gasnya enggak boleh dibawa ke Jawa," ujar Ifan.