REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi gagal bayar fintech yang meningkat dinilai masih dalam tahap normal. Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Ronald Yusuf Wijaya mengakui memang ada peningkatan risiko karena masa pandemi Covid-19.
"Potensi gagal bayar meningkat cukup signifikan, tapi masih bisa ditoleransi," katanya dalam Webinar Peluang Keuangan Syariah pada Industri 4.0, Kamis (10/9).
Ronald mengatakan pertumbuhan per tahunan masih menunjukan angka yang eksponensial sekitar 153 persen. Potensi gagal bayar ditunjukan dengan indikator
tingkat keberhasilan 90 hari atau TKB90 yang turun dari 96,35 persen pada Desember 2019 menjadi 93,87 persen pada Juni 2020.
Ia mengatakan pandemi memang berpengaruh pada semua sektor termasuk nasabah fintech. Apalagi fintech bersentuhan langsung dengan sektor riil. Namun demikian, fintech syariah punya nature untuk selalu dekat dengan nasabah.
"Karena nature fintech itu adalah berkembang bersama, sehingga risiko juga dihadapi bersama," katanya.
Ronald mengatakan negara yang menerapkan prinsip syariah biasanya lebih tahan terhadap resesi atau krisis. Ini karena modal mengalir ke sektor riil dengan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan syariah, tidak merugikan salah satu pihak.
Ini dilakukan oleh fintech syariah, yakni menjadi penghubung antara pihak yang memiliki capital pada mereka yang tidak punya. Indonesia punya peluang besar untuk juga lebih tahan terhadap krisis karena menjadi negara yang memiliki fintech syariah terbanyak di dunia.