REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana merilis daftar positif investasi pada Maret mendatang. Saat ini daftar tersebut dalam proses finalisasi.
"Daftar positif investasi itu menjadi lebih ada daya tariknya. Kan sebelumnya daftar negatif, lalu menjadi daftar positif," ujar Plt Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/2).
Daftar positif tersebut, lanjut dia, nantinya ada pengurangan yang tertutup mutlak bagi kegiatan usaha dan penanaman modal. Yuliot menyebutkan, sebelumnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 berisi 20 sektor Daftar Negatif Investasi (DNI).
"Jadi nanti akan dikurangi menjadi enam saja yang negatifnya," ujar Yuliot.
Dia menjelaskan, beberapa sektor usaha yang ditutup tersebut berkaitan dengan keamanan, dampak ke lingkungan, sera kesehatan.
"Jadi mencakup permasalahan K3L (Kesehatan Keselamatan Keamanan Lingkungan), ini menjadi kriteria. Di antaranya misal (sektor) narkoban golongan satu, itu tertutup sama sekali, judi juga. Kemudian ada bahan kimia yang merusak lapisan ozon, itu yang kita batasi," tuturnya.
Perlu diketahui, Perpres mengenai daftar positif investasi itu nantinya menggantikan Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau kerap disebut Daftar Negatif Investasi (DNI). BKPM mengatakan, Perpres daftar positif investasi akan terdiri dari beberapa lampiran.
Lampiran pertama mengenai investasi yang diberikan fasilitas fiskal. Yuliot menuturkan, lampiran tersebut berisi beberapa bidang usaha yang menjadi prioritas pemerintah sehingga dibuka sepenuhnya untuk investasi asing lalu diberikan insentif fiskal berupa tax holiday, pembebasan PPh impor, tax allowance, dan lainnya.
Kedua, lampiran tentang investasi yang diberikan fasilitas nonfiskal atau kemudahan dari sisi perizinan. Misalnya sektor pariwisata yang perizinannya bisa langsung efektif.
“Sebenarnya kemudahan izin berlaku untuk semua bidang. Hanya saja ada yang ditambah insentif fiskal ada yang tidak,” ujar dia.
Lampiran ketiga berisi investasi yang diprioritaskan untuk investor domestik (PMDN) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Termasuk mengatur wajib kemitraan antara Penanam Modal Asing (PMA) dengan UMKM.
Yuliot menjelaskan, lampiran ketiga merupakan salah satu penyebab daftar positif investasi tidak segera dirilis. Sebab, masih ada yang belum selesai dibahas oleh beberapa lembaga dan kementerian terkait.
Keempat, lampiran soal investasi yang terbuka dengan persyaratan tertentu. Ia menjelaskan, lampiran ini fokus mengatur proporsi PMA pada sejumlah bidang usaha yang penanaman modanya telah diatur dalam Undang-Undang (UU) tersendiri.
“Misaln bidang hortikultura ada batasan PMA dalam UU sebesar 30 persen, sektor pelayaran batasannya 49 persen. Lalu sektor asuransi batasannya 85 persen, dan seterusnya," kata Yuliot.
Ia menambahkan, sepanjang Omnibus Law belum terbit, batasan yang diatur dalam UU masing-masing tetap berlaku. Lampiran berikutnya, tentang investasi yang ditutup mutlak pada enam bidang usaha. Pemerintah, kata dia, telah membahas dan mempertimbangkan pencabutan beberapa bidang usaha dari DNI.