REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Penahanan ratusan pekerja setelah penggerebekan di pabrik baterai Hyundai di AS dapat berdampak pada investasi langsung Korea Selatan di AS di masa mendatang. Presiden Korsel Lee Jae-myung mengatakan hal itu akibat peraturan visa yang ketat bagi perusahaan-perusahaan Korea Selatan.
"Jika Anda bertanya apakah situasi ini akan memengaruhi kerja sama antara Korea Selatan dan AS, maka sejauh ini kami belum mempertimbangkan masalah ini secara mendalam," ujar Lee dalam konferensi pers yang menandai 100 hari masa jabatannya, Kamis (11/9/2025).
"Namun, perusahaan-perusahaan kami yang telah memasuki pasar AS sangat gelisah," tambahnya.
Perusahaan-perusahaan Korea Selatan membutuhkan teknisi untuk memasang peralatan ketika mereka membangun lini produksi di AS, katanya.
Teknisi tersebut membutuhkan visa tinggal jangka pendek, bukan visa jangka panjang atau visa kerja. Tidak ada tenaga ahli seperti itu di AS, sehingga Korea Selatan telah meminta izin tinggal sementara bagi karyawannya, kata Lee.
"Namun jika hal ini tidak memungkinkan, perusahaan-perusahaan akan mulai ragu apakah membangun pabrik di AS layak dilakukan, mengingat hal itu menimbulkan kesulitan dan sanksi yang berkelanjutan. Hal ini dapat berdampak sangat serius pada investasi langsung di AS di masa mendatang," kata Lee.
Seoul sedang merundingkan visa yang sesuai untuk para insinyur dengan Washington, termasuk kemungkinan penerapan kategori visa baru.
Pada Jumat (5/9), Kantor Kejaksaan AS untuk Distrik Selatan Georgia mengumumkan bahwa negara bagian tersebut telah menerbitkan surat perintah penggeledahan federal berskala besar di sebuah fasilitas Hyundai di Geordia dan menahan setidaknya 475 pekerja ilegal.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Hyun mengatakan lebih dari 300 di antaranya adalah warga negara Korea Selatan.
Seorang warga negara Indonesia yang memiliki dokumen lengkap juga tertangkap dalam razia tersebut saat sedang melakukan pertemuan dengan pihak Hyundai.