Rabu 27 Nov 2019 14:27 WIB

Ibu Kota Baru Butuh Tambahan 884 MW

Pemanfaatan waduk PUPR bisa persingkat waktu pembangunan pembangkit listrik.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Pembangkit Listrik Tenaga Air (ilustrasi).
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Pembangkit Listrik Tenaga Air (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan kebutuhan total listrik Ibu Kota Negara baru sebesar 1.555 MW. Untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah masih membutuhkan pembangkit sebesar 884 MW.

Arifin menjelaskan kebutuhan tambahan ini sudah diimbau oleh pemerintah kepada PLN untuk masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun depan. Saat ini sebesar 691 MW sudah tersedia di pasokan listrik Kalimantan Timur.

"Sesuai dengan RUPTL sampai 2024 tambahan pasokan di Kaltim tercatat sebesar 691 MW sehingga masih diperlukan tambahan sebesar 884 MW," ujar Arifin di DPR, Rabu (27/11).

Arifin merinci saat ini, beban listrik di Kabupaten Penajam Paser Utara mencapai 15,89 MVA. Kebutuhan listrik di Penajam Paser Utara dipasok dari Gardu Induk (GI) Petung dengan kapasitas sebesar 90 MVA.

Sementara itu, beban listrik di Kabupaten Kutai Kartanegara baru mencapai 117,54 MW. Kebutuhan listrik itu dipasok dari GI Karang Joang, GI Manggarasari, GI SenipahMW dibutuhkan sampai 2024 untuk menyuplai listrik di Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan waduk existing akan mempercepat realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT). Setidaknya, produsen listrik tidak perlu membangun bendungan maupun waduk untuk membangun PLTA sehingga waktu konstruksi dapat dipersingkat.

Sripeni mengatakan dengan memanfaatkan waduk milik Kementerian PUPR, pembangunan pembangkit listrik tenaga hydro dapat dilakukan dalam waktu tiga tahun atau lebih singkat dari biasanya yang selama lima tahun. Pada satu tahun pertama pengadaan pembangkit listrik tenaga hydro, PLN akan melakukan studi kelayakan (feasibility study/FS). 

Setelah itu, dua tahun selanjutnya akan dilakukan pembangunan pembangkitan. Artinya, dalam tiga tahun saja, pembangkit tersebut sudah dapat beroperasi komersial (commercial operation date/COD). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement