REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Pemerintah terus mendorong peningkatan permintaan dalam negeri minyak sawit melalui mandatory biofuel. Pada tahun ini penggunaan biofuel ditargetkan sebesar 20 persen (B20), dan tahun depan akan ditingkatkan mejadi 30 persen (B30).
"Tahun ini, serapan minyak sawit untuk program B20 diperkirakan 6,4 juta ton. Tahun depan kita tingkatkan menjadi B30. Di mana ada tambahan sebesar 3 juta ton," kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam sambutan pembukaan Konferensi Internasional Minyak Sawit ke 15 atau 15th International Palm Oil Conference (IPOC) and 2020 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (31/10).
Dengan demikian, menurut Wapres, minyak sawit sebagai bahan biodiesel mampu mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM), yang akhirnya neraca perdagangan Indonesia terbebas dari ancaman defisit. Terkait penguatan pasar ekspor minyak sawit nasional, Wapres menyatakan, pihaknya telah bertemu dengan pemerintah Malaysia membahas upaya peningkatan pasar ekspor termasuk ke Eropa.
Sebelumnya Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono menyatakan, pemerintah perlu menyusun kebijakan nasional berkelanjutan di sektor kelapa sawit. Kebijakan tersebut, lanjutnya, yakni memperluas penyerapan pasar luar negeri, terutama negara-negara berkembang, apalagi saat ini 70 persen produksi minyak sawit nasional ditujukan untuk pasar ekspor.
Kemudian, penguatan pasar domestik dengan menciptakan pasar melalui energi baru dan terbarukan (EBT) dengan penggunaan biofuel yang mana tahun ini B20 dan tahun depan B30. Selain itu menjadikan peremajaan sawit rakyat sebagai prioritas, karena hal itu terkait dengan upaya peningkatan produksi.