Selasa 08 Oct 2019 18:16 WIB

Asosiasi UMKM Minta Kewajiban Sertifikasi Halal Ditunda

Asosiasi UMKM mempertanyakan transparansi biaya sertifikasi halal.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Sertifikat halal
Sertifikat halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun meminta pemerintah menunda penerapan kewajiban sertifkasi halal yang rencananya dilakukan mulai 17 Oktober 2019.

Ikhsan menilai sosialisasi terhadap kebijakan ini masih sangat kurang maksimal. Ikhsan juga mempertanyakan aspek transparasi, di mana belum ada kejelasan tentang biaya sertifikasi halal.

Baca Juga

"Biaya sertifikasi halal di berbagai daerah sangat beragam dan terkesan tidak transparan, harganya Rp 1 juta sampai bahkan ada yang Rp 10 juta," ujar Ikhsan saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (8/10).

Memang, kata Ikhsan, ada beberapa daerah seperti Jawa Tengah yang akan memberikan sertifikasi halal gratis bagi pelaku UMKM. Namun tidak semua daerah seperti itu.

"Kalau memang menjadi kewajiban, pemerintah harus berikan sertifikasi halal gratis kepada usaha mikro dan kecil," kata Ikhsan.

Ikhsan juga tidak sependapat dengan penerapan sertifikasi halal untuk setiap produk lantaran akan memberatkan para pelaku usaha mikro dan kecil. Ia meminta sertifikasi halal ditujukan cukup bagi toko atau pelaku usaha mikro dan kecil.

"Kalau ada orang punya satu toko dengan berbagai produk, maka apakah setiap produk harus disertifikasi, ini belum jelas," lanjut Ikhsan.

Selain itu, Ikhsan juga menyoroti tentang waktu pelaksanaan sertifikasi dan dampak apabila gagal melaksanakan proses sertifikasi apakah bisa mengajukan kembali. Soal hukum juga tak lepas dari sorotannya. Ikhsan khawatir kebijakan ini justru merugikan para pelaku usaha mikro dan kecil yang belum memiliki sertifikasi halal terjerat pada kasus hukum.

"Jangan sampai UU ini bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UNKM yang salah satunya pemerintah wajib berikan akses pemasaran ke UMKM," ucap dia

Ikhsan membandingkan, sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman di negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei tidak menjadi kewajiban, melainkan sebuah opsi guna meningkatkan nilai tambah sebuah produk.

"Makanya undang-undang ini belum jelas kepada UMKM, jangan diterapkan dulu," kata Ikhsan menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement