REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati proses pengelolaan urbanisasi yang baik akan menberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Sri tak menampik proses urbanisasi di Indonesia belum memberikan nilai tambah yang maksimal.
Sri menyampaikan setiap satu persen peningkatan urbanisasi di Indonesia baru meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 1,4 persen. Ini jauh tertinggal dibandingkan Cina yang mencapai tiga persen atau wilayah Asia timur dan pasifik yang sebesar 2,7 persen.
"Dalam urbanisasi, orang pindah dan menciptakan aglomorasi dan efisien meningkatan pertumbuhan dan nilai tambah," ujar Sri saat menghadiri laporan Bank Dunia tentang urbanisasi di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (3/10).
Sri menilai dampak proses urbanisasi yang tidak terstruktur akan mengakibatkan ketimpangan. "Kita harus perbaiki pengelolaan proses urbanisasi, khususnya mengatasi isu kemacetan dan kepadatan penduduk yang biasanya muncul dari proses urbanisasi," ucap Sri.
Oleh karenanya, pemerintah ingin membangun wilayah perkotaan baru yakni pemindahan ibu kota agar dampak perekonomian tersebar dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Sri juga mendorong peningkatan peran ekonomi digital agar berdampak positif dalam aktivitas di area perkotaan.
Kata Sri, Indonesia sudah mulai menerapkan beberapa prinsip yang disarankan Bank Dunia yakni prinsip augment, connect, dan target (ACT). Sri menjelaskan pemerintah terus berupaya menciptakan urbanisasi yang mengacu pada perluasan pemerataan akses ke pelayanan dasar berkualitas tinggi di semua wilayah, baik perkotaan maupun perdesaan; mengingatkan konektivitas antarwilayah serta antarmasyarakat dengan kesempatan kerja; dan mengatasi kesenjangan antardaerah dan kelompok masyarakat. Kemenkeu juga akan mencari kebijakan fiskal agar urbanisasi memberikan dampak maksimal.
"Hal ini tercermin dalam APBN 2020 yang sangat sejalan dengan prinsip ACT dalam konteks pengembangan perkotaan dan desa. Kita fokus pada pengembangan sumber daya manusia agar dapat bersaing," lanjut Sri.
Pada prinsipnya, pemerintah ingin memperluas layanan dasar dengan memastikan semua warga memiliki akses setara ke layanan dasar yang berkualitas, dan pengelolaan urbanisasi yang lebih inklusif.
Selain itu, Sri juga menyoroti pentingnya membangun ketahanan wilayah urban dari bencana. Sebagai pusat ekonomi, wilayah urban di Indonesia sangat rentan terhadap musibah bencana yang membuat pemerintah mengucurkan sekira Rp 22,8 triliun setiap tahunnya dalam penanggulangan bencana.
"Setiap terjadi bencana tampaknya masyarakat memandang semata-mata ini menjadi tanggung jawab pemerintah, dengan risiko ini tentunya exposure fiskal meningkat karena beri tekanan ke belanja negara," katanya.
Persoalan ini diperparah dengan rendahnya tingkat asuransi masyarakat terhadap bencana. Sri mendorong masyarakat mulai sadar atas kondisi wilayah Indonesia yang rentan terkena bencana dan melakukan langkah antisipasi dengan membeli asuransi.
"Kita sudah terbitkan kebijakan terkait bencana dan asuransi sehingga bisa melindungi aset publik dan 2020 akan kita mulai asuransikan gedung-gedung yang dikelola pemerintah pusat dan daerah. Kami asuransikan ini langkah awal dan kebijakan asuransi ini menjangkau lebih banyak aset," ungkap Sri.