REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor manufaktur Indonesia mengakhiri triwulan ketiga dengan catatan lemah, dengan kondisi operasional yang memburuk selama tiga bulan berturut-turut pada September. Produksi maupun permintaan baru terus menurun. Hal ini menyebabkan perusahaan mengurangi jumlah staf dan aktivitas pembelian.
Inventaris input dan barang jadi naik di tengah-tengah penurunan output dan penjualan. Hal tersebut merupakan laporan dari IHS Markit terkait penurunan industri manufaktur.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengaku tidak kaget dengan laporan tersebut. Pasalnya, kata Enny, industri manufaktur sudah cukup lama mengalami berbagai hambatan. "Pada triwulan II 2018 kita sudah wanti-wanti karena banyak barang produksi dalam negeri tidak terjual," ujar Enny saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Rabu (2/10).
Enny menilai industri manufaktur sangat berdampak dengan kehadiran produk impor yang membanjiri pasar lokal. Para pengusaha lokal, menurut Enny, mengeluhkan banyaknya produk impor yang tidak memiliki kewajiban sebagaiman pengusaha lokal dari segi pajak hingga penyerapan tenaga kerja. Sementara masyarakat sebagai konsumen, lanjut Enny, memilih produk dengan harga yang lebih murah.
"(Penurunan industri manufaktur) ini karena ketergantungan terhadap bahan baku impor," ucap Enny.
Enny menyampaikan impor paling banyak berasal dari Cina yakni sebesar 29 persen, termasuk bahan baku. Kondisi ini menyebabkan pengusaha lokal tidak mampu bersaing.
"Dampak impor bahan baku itu signifikan pada ketahanan industri dalam negeri yang menjadi lebih lemah," ucap Enny.
Faktor lain, kata Enny, masih tingginya biaya logistik industri manufaktur yang kebanyakan mengandalkan model distribusi darat. Padahal, Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan. Enny berpandangan poros maritim yang digencarkan pemerintah belum berdampak signifikan bagi industri manufaktur.
"Ketika nilai tukar melemah maka akan berdampak pada penurunan industri manufaktur," kata Enny.
Solusinya, Enny meminta pemerintah fokus pada industri-industri yang lebih efisien dengan melakukan hilirasasi industri. Ia mengambil contoh saat sektor sawit mengalami tekanan dari global, seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera membangun industri turunan.
"Kalau produk dalam bentuk jadi itu akan lebih baik dan menguatkan industri dalam negeri kita," ucap Enny.