Selasa 27 Aug 2019 18:19 WIB

Ibu Kota Baru Harus Miliki Infrastruktur Mobil Listrik

Penggunaan kendaraan listrik akan menjadikan ibu kota baru layaknya kota pintar.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong Ibu Kota Republik Indonesia baru yang akan dibangun di Kalimantan Timur mempersiapkan infrastruktur mobil listrik. Momen pemindahan ibu kota negara harus dirancang dalam jangka panjang sehingga kendaraan dan transportasi umum harus berbasis tenaga listrik.

Ketua Umum Kadin, Rosan Perkasa Roeslani, penggunaan kendaraan berbasis listrik akan menjadikan ibu kota baru layaknya kota pintar yang ramah lingkungan. Indonesia, kata Rosan, akan menjadi contoh bagi negara-negara di dunia dalam membangun kota masa depan.

Baca Juga

"Ini akan menjadi benar-benar smart city dan akan menjadi satu-satunya ibu kota yang harus berkendara dengan kendaraan listrik atau hybrid," ujar Rosan di Jakarta, Selasa (27/8).

Oleh sebab itu, Rosan menekankan, agar pemerintah mempersiapkan infrastruktur di ibu kota baru. Pemerintah dan dunia usaha masih memiliki waktu sekitar empat tahun untuk mempersiapkan infrastruktur mobil listrik yang mumpuni. Setidaknya, untuk stasiun pengisian bahan bakar listrik. Baik untuk mobil, motor, maupun kendaraan hybrid.

"Masih ada waktu. Kami menyarankan agar disiapkan (infrastruktur) kendaraan itu dari sekarang. Saya rasa itu akan menjadi terobosan luar biasa," ujar dia.

Soal pihak yang akan membangun Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU), Rosan menilai, badan usaha milik negara seperti Pertamina dan PLN maupun swasta bisa dilibatkan bersama-sama untuk membangun. Pihaknya juga mendorong agar SPBU Pertamina yang sudah beroperasi menyediakan depot khusus pengisian listrik.

"Semua saja (membangun). Tapi yang paling tepat memang dorong BUMN karena dia sebagai agent of development," katanya.

Insentif

Rosan menambahkan, pemerintah juga perlu memperbanyak insentif untuk pengembangan mobil listrik. Insentif berupa keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) seperti yang dijanjikan pemerintah dinilai kurang.

Berdasarkan hasil dari forum focus grup discussion (FGD) tentang mobil listrik yang digelar di Jakarta, Selasa (27/8) biaya pengadaan satu mobil listrik jauh enam kali lebih mahal daripada mobil berbahan bakar minyak.

"Kita tahu PPnBM dihilangkan. Pemerintah sudah baik. Tapi, kalau dilihat lebih dalam lagi masih banyak komponen lain. Kita dengar langsung dari pelaku usaha bahwa insentif (penghapusan) PPnBM masih kurang," kata Rosan saat ditemui usai mengikuti FGD di Jakarta, Selasa (27/8).

Dirinya mencontohkan, perluasan insentif bisa berupa keringanan sementara  tarif bea masuk untuk komponen mobil listrik yang masih harus diimpor. Atau, keringanan-keringanan tarif pajak yang dikenakan bagi mobil listrik seperti dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ataupun Pajak Penghasilan (PPh) bagi industri produsen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement