Jumat 09 Aug 2019 13:18 WIB

Investor Asing Lebih Menyukai Investasi Jangka Pendek

40 persen investasi asing yang masuk Indonesia dalam bentuk surat berharga negara

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, peranan modal asing terhadap investasi jangka pendek dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) sudah mulai masuk angka 40 persen. Ia menilai, kondisi ini membutuhkan upaya khusus agar kontribusi mereka 'berbalik arah' ke investasi jangka panjang.

Sebab, menurutnya, SBN bersifat rentan terdampak terhadap guncangan faktor eksternal, termasuk pelemahan ekonomi global.

Baca Juga

Darmin menjelaskan, setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab dari dominasi investor asing di kepemilikan SBN. Pertama, saving masyarakat Indonesia yang terlalu rendah dibanding dengan total kebutuhan investasi untuk membangun Indonesia.

"Saving yang saya maksud adalah effective saving, yang ada di sektor keuangan formal," tuturnya dalam pembukaan Seminar Nasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Jumat (9/8).

Darmin menyebutkan, masih terlalu banyak aliran dana yang tidak pernah mampir ke sektor keuangan formal. Bukan berarti mereka menghamburkan begitu saja, melainkan memilih untuk disimpan dengan metode lama seperti di lemari.

Melihat kondisi ini, Darmin menilai, keuangan inklusif menjadi sesuatu yang perlu didorong. Kemenko Perekonomian bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini tengah menyiapkan program besaran untuk mendorong inklusi keuangan yang ditargetkan mencapai 75 persen sampai akhir tahun.

Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih ikut serta terhadap sektor keuangan formal. Sebab, Darmin mengatakan, angka pertumbuhan kredit sebesar 11 persen sampai 12 persen, tetapi dana pihak ketiga mencapai tujuh persen.

"Berarti ada gap, dan kita harus bisa urus keuangan inklusif untuk terdorong," kata Darmin.

Hal kedua yang disebut Darmin menjadi permasalahan adalah tanah. Ia menilai, banyak tanah yang sudah memiliki hak milik justru dibuat menganggur dan tidak memiliki nilai yang produktif.

Kondisi tersebut membuat tanah Indonesia menjadi kurang menarik bagi investor, sehingga mereka cenderung memilih investasi jangka pendek, yakni melalui SBN. "Perlu dicari jalan keluarnya," ujar Darmin.

Tidak hanya kepemilikan asing, Darmin menambahkan, pemerintah juga fokus pada transformasi infrastruktur. Tidak sekadar membangun yang belum ada, juga mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur eksisting. Artinya, pembangunan infrastruktur perlu didorong dengan sistem logistik yang lebih maju, dinamis dan modern.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement