Selasa 06 Aug 2019 18:03 WIB

Pelaku Usaha Pelayaran Harapkan Ini Jelang AIS Diberlakukan

Pemerintah bisa mencegah penangkapan kapal oleh oknum seperti angkatan laut

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H Purnomo menjelaskan kepada wartawan mengenai pengaktifan sistem identifikasi otomatis atau Automatic Identification System (AIS) berlaku mulai 20 Agustus 2019 untuk semua kapal di atas 35 GT yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, Selasa (6/8).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H Purnomo menjelaskan kepada wartawan mengenai pengaktifan sistem identifikasi otomatis atau Automatic Identification System (AIS) berlaku mulai 20 Agustus 2019 untuk semua kapal di atas 35 GT yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, Selasa (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan akan menerapkan menerapkan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis atau Automatic Identification System (AIS) mulai 20 Agustus 2019. Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) mengharapkan pemerintah juga bisa menjamin pengawasan penerapan AIS.

“Ke depannya kami mengharapkan pemerintah bisa mencegah penangkapan kapal oleh oknum seperti angkatan laut atau dari Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP),” kata Sekretaris Umum INSA Budi Halim di Jakarta, Selasa (6/8).

Baca Juga

Budi mengatakan seharusnya pengawasan untuk penerapan AIS bisa dilakukan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Dia menuturkan dengan begitu pengawasan penerapan AIS tidak harus juga dilakukan oleh institusi laut karena bisa merugikan dalam kondisi tertentu.

Seban, Budi menuturkan dirinya pernah mengalami pengalaman yang tidak sesuai dengan kapal yang dimilikinya. “Kapal saya pernah ditangkap ditahan dua hari sama angkutan laut.  Saya datang ke sana mereka menyatakan sudah diatur, padahal aturan ini baru berlaku 20 Agustus 2019. Sementara AIS itu sedang diperbaiki bukan tidak sama sekali dipakai,” jelas Budi.

Dengan begitu, Budi mengharapkan jika kebijakan tersebut diterapkan pada 20 Agustus 2019 maka pemerintah juga harus menentukan bagaimana penerapan sanksi yang tepat. Dia mengharapkan sanksi bisa dilakukan bertahap dan jangan terlalu keras terlebih dahulu hingga mencabut lisensi nakhoda.

Terlebih, Budi menilai pemasangan AIS di setiap kapal juga memerlukan biaya. “Kalau sudah mengeluarkan biaya, memonitornya juga gimana pemerintah? Jangan terkesan INSA menolak, kalau ini untuk keamanan kapal dan keamanan nasional kita mendukung,” ungkap Budi.

AIS merupakan sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang bisa menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL). Alat tersebut untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS),  dan stasiun radio pantai.

Nantinya terdapat dua kelas tipe AIS yang yaitu AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal berbendara Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.

Sementara itu, AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan beberapa ketentuan. Untuk ketentuan pertama yakni kapal penumpang dan kapal barang non konvensi berukuran paling rendah 35 GT. Begitu juga dengan kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan //barter trade// dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B yakni kapal penangkap ikan yang berukuran paling rendah 60 GT. Pengawasan penggunaan AIS nantinya akan dilakukan oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan kapal, dan pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal asing. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement