REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve tidak menjadi hal yang mengagetkan bagi negara kembang termasuk Indonesia. Sebab, prediksi pemangkasan sudah nampak dalam beberapa bulan terakhir ini.
Federal Reserve memangkas suku bunga utamanya pada Rabu (31/7) untuk pertama kalinya dalam satu dekade. Kebijakan ini untuk menghadapi ancaman mulai dari ketidakpastian yang disebabkan oleh perang dagang, inflasi yang sangat rendah dan prospek global yang suram.
"Jadi tidak ada surprise di market, Bank Indonesia juga sudah lebih dulu preemptives dengan turunkan 25 basis poin," ujar Ekonom Indef Bhima Yudistira Adhinegara ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (1/8).
Apalagi, Bhima memperkirakan pada akhir tahun ini Bank Indonesia akan kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin sampai 50 basis poin. Sementara nilai tukar rupiah dan pasar saham, investor sebelumnya sudah price in kemungkinan Fed pangkas bunga.
Menurutnya pemangkasan suku bunga dari The Fed akan positif ke mata uang di kawasan Asia. Pasalnya, implikasi pemotongan suku bunga Amerika Serikat akan menstimulus permintaan domestik Amerika Serikat.
"Di tengah perang dagang, relaksasi moneter ini akan mendorong kinerja ekspor ke Amerika Serikat," ucapnya.
Sebelumnya Dilansir di AP News, disebutkan The Fed juga mengulangi janji untuk bertindak yang sesuai diperlukan untuk mempertahankan ekspansi. Pasar keuangan telah menafsirkan pernyataan tersebut sebagai sinyal kemungkinan penurunan suku bunga di masa mendatang.
Bank sentral AS ini mengurangi suku bunga acuannya, yang memengaruhi banyak pinjaman untuk rumah tangga dan bisnis dengan seperempat poin menjadi kisaran 2 persen hingga 2,25 persen.