REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto menjelaskan alasan di balik keputusan pemerintah memberikan pengelolaan blok Corridor kepada ketiga kontraktor lama Connoco Phillips, Repsol, dan Pertamina. Keputusan tersebut merupakan prinsip utama pemerintah dalam memutuskan sebuah kebijakan yang selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, termasuk dalam memutuskan perpanjangan kontrak usaha minyak dan gas bumi (migas).
Djoko mengambil contoh pengelolaan Blok Rokan. Pemerintah menetapkan Pertamina untuk mengelola Blok Rokan pascakontrak berakhir pada 2021 karena Pertamina memberikan penawaran yang lebih baik untuk negara dibandingkan kontraktor-kontraktor lainnya.
"Prinsip yang sama diterapkan pula saat Pemerintah memutuskan pengelolaan Blok Corridor," ujar Djoko di Jakarta, Senin (29/7).
Kata Djoko, pemerintah memutuskan memberikan pengelolaan blok tersebut kepada ketiga kontraktor lama untuk bersama-sama menjadi pengelola Blok Corridor usai kontrak berakhir pada 2023. Ini berdasarkan proposal bersama yang diajukan ketiga kontraktor tersebut kepada pemerintah.
"Kontraktor existing Connoco Phillips, Repsol dan Pertamina, menjelang habisnya kontrak ini peraturannya untuk memperpanjang kontrak itu sendiri-sendiri boleh mengajukan, gabungan juga boleh, gabungan tiga, gabungan dua juga boleh dan mereka mengajukan sendiri-sendiri, juga gabungan, dan terakhir mereka sepakat gabungan untuk bersama mengelola Blok Corridor," ucap Djoko.
Ketiga kontraktor ini, lanjut Djoko, bersama sama dalam satu konsorsium menyampaikan proposal pengelolaan Blok Corridor kepada pemerintah dengan besaran signature bonus dan komitmen kerja pasti yang menurut pemerintah terbaik dibandingkan dengan penawaran dari kontraktor-kontraktor lainnya. Oleh karena itu, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberikan pengelolaan Blok Corridor dengan skema gross split.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, pemerintah sangat menaruh perhatian dengan keberlanjutan lifting dan proses transisi yang berjalan dengan baik. Kedua hal ini penting dalam menentukan pola keberlangsungan Blok Corridor ini.
"Mengingat untuk mempertahankan produksi dan lifting kedepan supaya tetap terjaga dengan optimum maka konsorsium ini yang dipilih," ujar Dwi.
Dwi menambahkan pemerintah juga sangat memberi perhatian kepada Pertamina. Pertama, dari sisi share naik tiga kali lipat dari sebelumnya 10 persen menjadi 30 persen. Dari sisi operator, dengan memperhatikan proses transisi yang baik maka nantinya tiga tahun sesudah masa perpanjangan, Pertamina bisa menjadi pelaksana proses transisi untuk bisa mengambil alih sebagai operator.
Dwi menilai intervensi pemerintah dalam keputusan ini sangat penting untuk kepentingan negara. Pemerintah melihat keberlangsungan pengoptimalan lifting migas nasional dan proses transisi karena hal ini maka tidak bisa dilepaskan ke perusahaan begitu saja.
"Proses transisi itu penting, proses transisi harus dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Pemerintah juga tetap memberi perhatian yang cukup baik kepada kekuatan Pertamina," kata Dwi menambahkan.