REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Grab Indonesia saat ini tengah melakukan uji coba penerapan denda untuk pembatalan pemesanan Grab baik ojek atau taksi daring. Mengenai hal tersebut, Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Ahmad Yani mengungkapkan hal tersebut seperti tidak sesuai.
"Ya itu namanya pencurian uang kita dong. Kita akan melihat dulu soal itu," kata Yani di Hotel Ayana, Jakarta, Selasa (18/6).
Dia menjelaskan Kemenhub akan menanyakan lebih detail mengenai penerapan kebijakan Grab tersebut. Terlebih mengenai bagaimana cara Grab menagih denda tersebut kepada pengguna ojek atau taksi daringnya.
Yani menilai jika denda diterapkan tampaknya masih mungkin jika pengemudi yang melakukan pembatalan. "Kalau pengemudi masih mungkin dikenakan seperti itu kalau membatalkan, tapi kalau konsumen ya terserah mau naik apa juga boleh," jelas Yani.
Sementara itu, Juru Bicara Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno mengatakan sejak 17 Juni 2019, Grab memberlakukan uji coba biaya pembatalan di Lampung dan Palembang. Hal tersebut menurut Tri untuk memberikan layanan dan pengalaman terbaik kepada seluruh penggunanya.
"100 persen dari biaya pembatalan akan diberikan kepada mitra pengemudi atas waktu dan upayanya menuju lokasi jemput penumpang," jelas Tri.
Tri menjelaskan jika pembatalan pemesanan terjadi dalam waktu kurang dari lima menit, penumpang tidak akan dikenai biaya pembatalan. Selain itu juga jika pengemudi Grab terlalu lama sampai atau tidak bergerak menuju lokasi jemput, maka penumpang tidak akan tidak dikenai biaya.
Begitu juka jika mitra pengemudi Grab yang melakukan pembatalan perjalanan, Tri menegaskan penumpang tidak akan dikenai biaya. Sementara itu, biaya pembatalan sebesar seribu rupiah untuk ojek daring dan Rp 3 ribu untuk taksi daring akan berlaku jika penumpag membatalkan lima menit setelah mendapatkan mitra pengemudi atau tidak muncul saat mitra pengemudi tiba.
"Biaya pembatalan akan dikurangi dari saldo OVO atau ditambahkan dalam tarif perjalanan berikutnya secara otomatis," tutur Tri.