REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengungkapkan, mayoritas pengemudi ojek online yang bekerja sebagai mitra merupakan korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Lebih dari 50 persen mitra pengemudi Grab sebelumnya adalah korban PHK, tidak memiliki pekerjaan, atau kehilangan sumber pendapatan,” ujar Neneng dalam event ‘Rekrutmen Mitra Digital’ di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
Data tersebut mengutip dari riset Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2023. Adapun data internal Grab mencatatkan terjadinya peningkatan jumlah pendapatan dari para mitranya. Hal itu diperoleh seiring dengan dukungan yang diberikan, di antaranya akses pelatihan.
“Sekarang mereka punya penghasilan, akses pelatihan, bahkan sebagian besar penghasilannya meningkat lebih dari dua kali lipat,” ujarnya.
Secara umum, Neneng mengungkapkan beragam manfaat dalam ekosistem digital Grab. Seperti, telah ada lebih dari 700 orang penyandang disabilitas yang tergabung. Juga sejak 2018, perusahan transportasi online tersebut telah menciptakan 4,6 juta peluang kerja melalui digitalisasi UMKM. Serta memfasilitasi 5.200 pedagang pasar terdigitalisasi sejak 2020.
“Kami sudah menyalurkan Rp 6 triliun untuk pembiayaan usaha ke lebih dari 445 ribu mitra pengemudi dan UMKM,” jelasnya.
Neneng menekankan, dengan pendekatan berbasis teknologi, pihaknya akan terus memperluas jangkauan dukungan bagi sektor informal yang terdampak langsung akibat dinamika ekonomi.
Berdasarkan riset ITB (2023), industri ride-hailing dan layanan pengantaran online menyumbang Rp 382,62 triliun atau 2 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Yang mana Grab berkontribusi sekitar 50 persen pada industri transportasi dan pengantaran online (Oxford Economics, 2024). Neneng menilai data tersebut mencerminkan besarnya peran ekonomi dari ekosistem perusahaan Grab di Indonesia.