Selasa 17 Jun 2025 19:35 WIB

Perang Iran Israel, Asosiasi Ungkap Ekspor Batu Bara Indonesia tidak Terdampak

Mayoritas pengiriman ke Asia Pasifik jadi tameng dari gejolak global.

Sejumlah kapal tongkang memuat batu bara melakukan lego jangkar di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (18/2/2025).
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Sejumlah kapal tongkang memuat batu bara melakukan lego jangkar di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (18/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menyampaikan bahwa konflik di Timur Tengah, termasuk perang antara Iran dan Israel, tidak berdampak signifikan terhadap ekspor batu bara Indonesia. Hal ini karena 98–99 persen ekspor batu bara Indonesia ditujukan ke negara-negara Asia Pasifik, terutama China dan India.

"Tentu saja dampaknya minim karena batu bara kita ke Samudera Hindia dan Pasifik," kata Hendra dalam taklimat media yang digelar CERAH di Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Baca Juga

"Sengketa antara India dan Pakistan juga relatif tidak berdampak signifikan terhadap ekspor batu bara Indonesia," ujar dia menambahkan.

Hendra menuturkan bahwa faktor terbesar yang akan memengaruhi industri batu bara Indonesia ke depan adalah pasar, yang sangat ditentukan oleh kebijakan. Kebijakan tersebut mencakup kebijakan di Indonesia sebagai negara eksportir, yang akan memengaruhi biaya produksi, serta kebijakan di negara-negara tujuan ekspor utama, yakni China dan India.

Menurut Hendra, ketergantungan yang tinggi pada kebijakan kedua negara Asia tersebut memang menjadikan industri batu bara Indonesia rentan.

Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, dampak kebijakan dari China dan India dinilai cukup dapat diprediksi.

Hendra menambahkan bahwa meskipun China saat ini gencar mengembangkan energi bersih, batu bara masih akan tetap menjadi sumber konsumsi energi primer dalam beberapa tahun ke depan.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2024, Indonesia mengekspor 555,34 juta ton batu bara senilai 37,77 miliar dolar AS. Sementara itu, alokasi untuk kebutuhan domestik (domestic market obligation/DMO) mencapai 232,64 juta ton.

Laporan dari Energy Shift Institute (ESI) berjudul Coal in Indonesia: Paradox of Strength and Uncertainty menunjukkan bahwa sektor batu bara Indonesia seolah tidak terpengaruh oleh tren penurunan permintaan global. Buktinya, produksi terus meningkat dan bahkan mencapai rekor 836 juta ton pada 2024, naik 7,9 persen dari tahun sebelumnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement