REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kimia Farma (Persero) Tbk menyatakan minat perseroan untuk melakukan ekspansi ke Vietnam dengan mengakuisisi perusahaan ritel farmasi di negara tersebut terkendala regulasi. Perseroan terkendala dengan regulasi di Vietnam di mana investasi asing tidak diperbolehkan menjadi pemegang saham mayoritas.
"Tapi sekarang kita terkendalanya di regulasi setempat. Kalau kita tidak bisa mengendalikan (menjadi pemegang saham mayoritas) hilang nanti uang kita investasi di sana. Jadi tergantung regulasinya, kalau oke, kita bisa masuk tahun ini," kata Direktur Keuangan Kimia Farma IGN Suharta Wijaya, Senin (7/5).
Suharta menyebut potensi pasar di Vietnam sangat besar. Omzet ritel farmasi di negara tersebut bisa mencapai dua kali lipat dari Indonesia.
Meski jumlah outlet mereka tidak mencapai ribuan seperti halnya di Indonesia, produktivitas per outlet disebutnya sangat bagus. "Misalnya, satu outlet Kimia Farma sebulan (omzet) Rp 1,5 miliar, dia (ritel di Vietnam) bisa sampai Rp 4 miliar sebulan, itu penjualannya, makanya bagus," tuturnya.
Suharta menjelaskan saat ini perseroan telah berkomunikasi dengan dua ritel farmasi di Vietnam untuk kelanjutan rencana akuisisi. Aksi korporasi itu ditempuh karena prospeknya yang potensial. Akuisisi ritel farmasi di Vietnam diharapkan dapat memberikan kontribusi hingga 15 persen terhadap pendapatan perseroan.
Kimia Farma sendiri telah melakukan ekspansi dengan akuisisi perusahaan farmasi di Arab Saudi Dawaa Medical Limited Company, yang merupakan anak usaha Marei Bin Mahfouz (MBM) Group pada 2018. "Kontribusi terhadap pendapatan sekarang masih kecil paling tidak sampai 10 persen. Kita harapkan naik sampai 15 persen (dengan akuisisi di Vietnam)," katanya.
Direktur Utama Kimia Farma Honesti Basyir menjelaskan ada dua perusahaan yang sedang dibidik perseroan untuk diakuisisi, yakni perusahaan ranking satu dan ranking tiga di bidang ritel farmasi di negara tersebut. "Kita masih coba pelajari aturannya, regulasinya, apakah farmasi ini termasuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) seperti di Indonesia sehingga tidak boleh asing mayoritas. Kita sedang pelajari ini," tuturnya.
Kimia Farma mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 4,2 triliun pada 2019. Sebanyak Rp 2,5 triliun akan digunakan untuk mendukung pertumbuhan bisnis organik. Sementara sisa Rp 1,7 triliun akan digunakan untuk mendukung bisnis nonorganik.