REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mewujudkan Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045 sedikit demi sedikit dapat dibuktikan. Hal itu sejalan dengan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam meningkatkan daya saing dan mempermudah perizinan ekspor, ekspor sub sektor peternakan terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pencapaian nilai ekspor komoditas subsektor peternakan pada 2017 mengalami peningkatan sebesar 40,98 persen dari 2015.
“Volume ekspor sub sektor peternakan sejak Januari hingga November pada 2018 mencapai sebesar 229.180 ton dengan nilai 578.402.448 dolar AS. Terhitung volume ekspor naik sebesar 9,67 persen, sedangkan nilai ekspor meningkat sebesar 3,19 persen jika dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor Januari-November 2017 yang sebesar 208.965 ton dan 569.230.610 dolar AS,” kata Diarmita dalam acara Bincang Asyik Pertanian Indonesia (BAKPIA) di Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementerian Pertanian, Selasa (8/1)
Ia menyebutkan, Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Ditjen PKH Kementan), capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan pada 3,5 tahun terakhir (2015-2018 semester I) mencapai Rp 32,13 triliun. Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok obat hewan yang mencapai Rp 21,58 triliun menembus ke 91 negara tujuan. Selain itu, ekspor babi ke Singapura sebesar Rp 3,05 triliun.
Produk susu dan olahannya juga menghasilkan sebesar Rp 3,08 triliun menembus pasar di 31 negara. Kelompok pakan ternak asal tumbuhan menyumbang Rp 3,34 triliun masuk ke 14 negara. Beberapa produk lain, seperti produk hewan non pangan, telur ayam tetas, daging dan produk olahannya, pakan ternak, kambing/domba, Day of Chicken (DOC), dan semen beku juga menyumbang devisa cukup besar pada 2018.
Kementan telah melakukan terobosan peningkatan ekspor ke beberapa negara untuk unggas, di antaranya ke Myanmar, Papua Nugini, dan Jepang. Pada 2018, pemerintah juga sudah melakukan ekspor daging ayam olahan, DOC, dan pakan ternak. Selain itu, Kementan memanfaatkan potensi ekspor ke negara ASEAN dan Timur Tengah, terutama komoditas kambing dan domba. Indonesia pun sukses melakukan ekspor perdana ke Malaysia sebanyak 2.500 ekor kambing dan domba.
“Kita ingin ekspor terus meningkat, manfaat ekspor yang didapat bukan hanya meningkatkan pendapatan pelaku usaha, tetapi juga menambah devisa serta mengangkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia”, ucap I Ketut. Menurutnya, peluang pasar untuk komoditas peternakan di pasar global masih sangat terbuka. “Adanya permintaan dari negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia sangat berpotensi untuk dilakukan penjajakan,” ujarnya.
Diarmita menambahkan, keunggulan halal dari Indonesia juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke wilayah tersebut dan negara dengan penduduk mayoritas muslim lainnya. “Termasuk dukungan terhadap pengembangan pariwisata halal yang secara internasional mulai berkembang pesat dewasa ini,” kata dia.
Status Kesehatan Hewan dan Jaminan Keamanan Pangan Jadi Faktor Pendukung Ekspor
Diarmita mengatakan, saat ini masalah kesehatan hewan, serta mutu dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali menjadi hambatan dalam menembus pasar global. Menurut dia, untuk memanfaatkan peluang ekspor, perlu adanya dukungan dari seluruh stakeholder terkait, terutama dalam penerapan standar-standar internasional mulai dari hulu ke hilir untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing.
“Status kesehatan hewan menjadi kunci utama untuk membuka peluang ekspor ke negara lain,” paparnya.
Ia menjelaskan, Kementan melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional, secara konsisten mengembangkan dan memastikan updatenya informasi terkait jaminan kesehatan hewan, serta mutu dan keamanan pangan untuk produk yang akan di ekspor guna menembus dan memperlancar hambatan/barier lalu lintas perdagangan.
Saat ini Kementerian Pertanian terus melakukan restrukturisasi perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor tiga dan empat yang menjadi sumber utama outbreak penyakit Avian Influenza (AI). Ditjen PKH terus menerus berusaha untuk membangun kompartemen-kompartemen AI dari penerapan sistem biosecurity, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 165 titik dan 18 titik masih dalam proses sertifikasi.
“Kita terus mendesign kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkannya karena kompartemen-kompartemen yang dibangun oleh Indonesia ini dapat diakui oleh negara lain, dengan terbentuknya kompartemen-kompartemen, maka Indonesia dapat ekspor, terus ekspor dan ekspor lagi,” ujar Diarmita.
Untuk penjaminan keamanan pangan, Ia sebutkan jika saat ini sudah ada 2.132 unit usaha ber-NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Nomor kontrol veteriner merupakan bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene sanitasi sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.
Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk peternakan, sejak tahun 2016 Ditjen PKH telah membina dan memfasilitasi UMKM/Unit Pengolahan Hasil (UPH) Peternakan 72 UMKM/UPH di 22 provinsi. Berbagai fasilitasi telah diberikan antara lain dalam bentuk bimbingan teknis, fasilitasi sarana dan prasarana pengolahan pangan dan nonpangan, pendampingan penerapan CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik) dan pendampingan fasilitasi izin edar.
Untuk mendukung jaminan mutu dan keamanan pangan serta daya saing produk peternakan, Ditjen PKH juga telah bekerjasama (MoU) dengan Badan POM sejak 20 Desember 2016. Output dari kerjasama ini yaitu pemenuhan persyaratan izin edar produk peternakan. UMKM/UPH Peternakaan binaan Ditjen PKH yang telah memperoleh izin edar ada sebanyak 12 izin edar, yang terdiri dari Sembilan MD (MD = Makanan Dalam Negeri), dua P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dan satu sertifikat halal.
Ditjen PKH saat ini juga melakukan inisiasi untuk Pengembangan Sistem Pertanian Organik Komoditas Peternakan dalam rangka mendukung salah satu Program Nawacita pembentukan 1.000 Desa Organik.Dalam program 1000 Desa Organik tersebut Ditjen PKH berperan penting sebagai penyedia (supporting input) pupuk organik yang berasal dari limbah peternakan. Selain pupuk organik, produk peternakan organik pangan juga sangat potensial untuk dikembangkan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan banyaknya produk yang meng-klaim organik. Output yang diharapkan yaitu terfasilitasi dan tersertifikasinya kelompok peternak penghasil pupuk organik dan produk peternakan organik (khususnya unggas dan susu), yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing para peternak.