Ahad 11 Nov 2018 02:00 WIB

Cukai Rokok Batal Naik Dinilai Demi Industri, Rakyat Merugi

BPJS Kesehatan bisa semakin defisit akibat banyak penyakit karena merokok.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Nur Aini
Gambar peringatan merokok (ilustrasi).
Foto: Republika/Friska Yolandha
Gambar peringatan merokok (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang juga aktif mengamati mengenai industri rokok dan cukai rokok, Abdillah Ahsan mengatakan, ditahannya kenaikan cukai rokok pada 2019, merupakan kemenangan bagi industri rokok. Menurutnya, hal itu yang merugikan dunia kesehatan masyarakat sehingga tak perlu untuk disyukuri

"Sebenarnya ada dua kemenangan bagi industri rokok, terkait dengan keputusan atau sikap Pemerintah untuk tak menaikkan cukai rokok pada 2019. Yang pertama, pemenangan industri rokok karena cukai rokok tidak dinaikkan," kata Abdillah di Workshop AJI Jakarta di Bogor, Sabtu (10/11).

Dia memastikan, penundaan ini akan berimbas kepada konsumsi rokok yang akan semakin meningkat pada 2019 ke depan. Sehingga, tak menutup kemungkinan, pada 2019 nanti BPJS bisa mengalami defisit lagi karena melayani pasien dengan penyakit akibat rokok.

Kemenangan kedua bagi industri rokok, adalah akibat cukai rokok batal dinaikkan maka produksi bisa naik. Dengan adanya cukai yang tak naik pada 2019, maka harga rokok pun tak jadi naik. Lalu, konsumsi rokok pun akan naik, dan produksi rokok juga akan naik.

Apalagi, pada 2019 adalah tahun pemilu. Dia memprediksi, tak lama lagi mungkin akan beredar rokok yang memiliki bungkus bergambar para calon-calon anggota legislatif.

"Kaum elit saja sampai saat ini masih mendukung industri rokok. Para pejabat, anggota DPRD, kepala-kepala, pengusaha-pengusaha. Kekuatan politik masih menang dari kesehatan masyarakat, atau dukungan thd kesehatan masyarakat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement