REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Perwakilan tetap dari delapan negara anggota Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengunjungi sejumlah daerah di Indonesia untuk mempelajari sistem pertanian Indonesia. Kunjungan berlangsung selama empat hari, yaitu sejak 31 Oktober 2018 sampai dengan 3 November 2018.
Delegasi yang hadir diantaranya berasal dari Aljazair, Australia, Chili, Yordania, Nigeria, Norwegia, Thailand, dan Amerika Serikat.
"Dalam kunjungan lapangan ini mereka menyaksikan langsung bagaimana kerja FAO di lapangan dan bagaimana kami berusaha bekerja dengan baik dengan penerima manfaat dan partner kami," kata Perwakilan FAO di Indonesia, Stephen Rudgard.
Para delegasi mengunjungi Jawa Tengah untuk menyaksikan demonstrasi padi-ikan (mina-padi) di Kabupaten Sukoharjo. Mina padi merupakan kerjasama FAO dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan pemerintah.
Pada kesempatan itu peserta delegasi delapan negara tersebut ikut melakukan panen beras dan ikan bersama para petani dan Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya. Setelah Sukoharjo, rombongan delegasi menuju Yogyakarta, untuk mempelajari program Kementerian Pertanian yang didukung oleh FAO dan USAID guna mendeteksi dan memberantas wabah penyakit unggas yang juga mengancam populasi manusia.
Delegasi melakukan uji petik pengambilan sampel unggas di Pasar Terban Yogyakarta. Sampel unggas ini selanjutnya dibawa ke Balai Besar Veteriner Wates untuk pemeriksaan virus flu burung (Avian Influenza).
Delegasi juga berkesempatan untuk meninjau fasilitas laboratorium Bioteknologi dan laboratorium Virologi. Setelah itu, dilakukan presentasi proyek FAO Emerging Pandemic Threats 2 (EPT-2), dan sekilas layanan BB Veteriner Wates. Pada kesempatan tersebut, delegasi dari Norwegia, Ms. Gunnvor Berge menyampaikan apresiasi atas capaian program Influenza Virus Monitoring (IVM) online atau pemantauan virus AI online yang berhasil mengurangi kejadian penyebaran virus AI pada unggas di wilayah kerja BB Veteriner Wates yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani peternak unggas.
Hari terakhir kunjungan, mereka mengunjungi Desa Sibetan, Karangasem, Bali, untuk mempelajari proyek Agroforestri Salak yang diajukan pemerintah sebagai Sistem Warisan Pertanian Penting Dunia (GIAHS).
Situs GIAHS yang diusulkan mencakup lanskap yang kaya akan keanekaragaman hayati penting, yang telah berevolusi dan beradaptasi secara selaras dengan komunitas di lingkungannya. Petani Salak di Sibetan mengelola sistem agroforestri memanfaatkan kearifan lokal dan filosofi yang telah diwariskan selama lebih dari 14 abad dari generasi ke generasi.
Kepala delegasi, Wakil Tetap Nigeria, Yaya Adisa Olaitan Olaniran di akhir kunjungan mengatakan, "Kami meninggalkan Indonesia dengan kenangan yang cukup baik bagaimana kerjasama itu harus dilakukan, dan kami benar-benar menghargai Pemerintah, rakyat dan staf FAO di Indonesia," pungkasnya.