Selasa 20 Feb 2018 22:41 WIB

Indef Sarankan Jokowi-JK Fokus Ciptakan Lapangan Pekerjaan

Kinerja penciptaan lapangan kerja pemerintah Jokowi dinilai lebih rendah.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Ki-ka : Peneliti INDEF Nailul Huda, Peneliti INDEF Andry S. Nugroho, ekonom senior INDEF Dradjad H. Wibowo, anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun, dan peneliti INDEF Izzudin Al Farras Adha memaparkan kinerja penciptaan lapangan kerja pada tiga tahun era Joko Widodo dibandingkan denga dua periode pemerintahan sebelumnya di Kantor INDEF pada Selasa (20/2).
Foto: Republika/Fuji Pratiwi
Ki-ka : Peneliti INDEF Nailul Huda, Peneliti INDEF Andry S. Nugroho, ekonom senior INDEF Dradjad H. Wibowo, anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun, dan peneliti INDEF Izzudin Al Farras Adha memaparkan kinerja penciptaan lapangan kerja pada tiga tahun era Joko Widodo dibandingkan denga dua periode pemerintahan sebelumnya di Kantor INDEF pada Selasa (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyarankan agar pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla fokus menciptakan lapangan kerja dalam dua tahun terakhir masa jabatan mereka. Sebab, aneka program mereka tak mempan bila dasar transformasi ekonomi masyarakat yakni pekerjaan tidak tumbuh.

Ekonom Senior Indef Dradjad H. Wibowo menjelaskan, dari kajian Indef menyimpuakan kinerja penciptaan lapangan kerja Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) masih lebih rendah dibanding era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono dan lebih tinggi dari SBY-JK meski pada era SBY-JK kondisinya anomali.

''Karena itu, Indef menyarankan Jokowi-JK fokus ke penciptaan lapangan kerja agar produktivitas sektor ekonomi naik. Jangan buat kebijakan yang merusak sektor penyerap tenaga kerja banyak,'' ungkap Dradjad dalam paparan kajian Indef tentang kinerja penciptaan lapangan kerja tiga pemeritahan Indonesia di Kantor Indef di Jakarta pada Selasa (20/2).

Dalam kajian ini, Indef menggunakan dua indikator untuk melihat kinerja penciptaan lapangan kerja Jokowi-JK yakni tambahan penduduk bekerja dan rasio penciptaan kerja (RPK). RPK sendiri adalah jumlah tambahan penduduk bekerja dalam tiap satu persen pertumbuha ekonomi.

Di era Jokowi-JK pada 2015-2017, rata-rata tambahan penduduk berkerja adalah 2,13 juta penduduk. Angka ini lebih rendah dari era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono (2010-2012), di mana rata-rata tambahan penduduk bekerja adalah 2,87 juta penduduk. Namun, angka itu lebih tinggi dibanding era SBY-JK (2005-2007) sebanyak 1,68 juta penduduk per tahun. Hanya saja, pada 2005 kondisi anomali.

Pada indikator RPK, era SBY-Boed per 1 persen pertumbuhan ekonomi ada tambahan 467,08 ribu penduduk bekerja, sementara di era Jokowi-JK RKP sebesar 426,30 ribu penduduk berkerja. Era Jokowi-JK tertolong tambahan penduduk bekerja pada 2017 yang tiba-tiba naik tinggi hingga RPK menjadi 641,18 penduduk bekerja. ''Ini di luar kebiasaan dan menimbulkan tanya,'' kata Dradjad.

Menurutnya, ekspor dan investasi bisa mendorong serapan tenaga kerja, tapi Jokowi-JK juga harus melihat sektor pertanian yang penciptaan lapangan kerjanya turun besar. Hal itu perlu dikaji sehingga ekspor dan investasi nasional diarahkan ke pengolahan hasil pertanian yang nilai tambahnya tinggi.

Menurutnya, penciptaan lapangan kerja adalah soal nasib generasi muda. Indef menampilkan kajian penciptaan lapangan kerja agar pemerintah sempat mengoreksi penyerapan tenaga kerja di dua indikator, yakni tambahan penduduk bekerja dan RPK. ''Karena angka tambahan penduduk bekerja 2017 yang naik drastis agak kami sanksikan,'' ucap Dradjad.

Penciptaan lapangan kerja, kata Dradjad, adalah pengubah ekonomi politik yang krusial untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan. Kunci transformasi sosial adalah kerja, bukan program-progam seperi bantuan sosial tunai atau nontunai dan sejenisnya. Menurutnya, program-program bantuan sosial itu hanya mengatasi gejala. Sementara penanganan utama adalah memberi pekerjaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement