REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Gas (Pertagas), berhasil meraup pendapatan sebesar 141 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,893 triliun (kurs Rp 13.428 per dolar AS) pada 2017 lalu. Realisasi pendapatan tersebut menurut Direktur Utama Pertagas, Suko Hartono, melampaui target yang dipatok dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) 2017 sebesar 125 juta dolar AS.
"Dibandingkan tahun 2016, revenue tahun 2017 ini sedikit turun karena kami harus menurunkan biaya toll fee gas untuk tiga industri," tutur Suko Hartono saat berbicara dalam diskusi mengenai Outlook Industri dan Infrastruktur Gas 2018 di Bogor, Jumat (2/2).
Instruksi pemerintah agar Pertagas menurunkan besaran toll fee untuk tiga industri, yakni industri baja, petrokimia, dan pupuk, diakui Sukohartono, membuat perusahaan kehilangan pendapatan hingga 14 juta dolar AS atau sekitar Rp 187,992 miliar pada 2017 lalu. "Kami diminta berkorban turunkan tarif toll fee agar industri nasional bisa lebih berkompetisi," ujarnya.
Terkait kebijakan toll fee gas bumi, Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Thaun 2017 tentang harga gas sampai end user. Berdasarkan peraturan tersebut, perusahaan transporter gas hanya boleh mendapatkan margin maksimal 7 persen dari harga produksi gas di hulu. "Sementara toll fee dibatasi maksimal 11 persen dari investment return rate (IRR)," kata dia.
Pada tahun ini, lanjut Suko Hartono, Pertagas menargetkan perolehan revenue sebesar 116 juta dolar AS. Rendahnya target revenue 2018 ini, diungkapkan Sukoahrtono, karena mulai 2018 dua anak usaha Pertagas, yakni PT Perta Arun Gas dan PT Perta Samtan Gas tidak lagi menjadi bagian dari Pertagas.