REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radi menilai rencana impor gas alam cair (LNG) dari Singapura itu sah saja jika dilihat secara ekonomi. Tapi, keputusan tersebut dianggap sebagai keputusan pragmatis jangka pendek dan dapat merugikan negara ke depannya.
"Secara keekonomian itu sah-sah saja karena lebih murah. Dalam prinsip kapitalisme kan seperti itu ya. Tapi, kalau sedikit-sedikit impor, maka dalam jangka panjang ini akan mematikan produksi gas yang ada di Indonesia," jelas Fahmi ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/8).
Fahmi menerangkan, hal tersebut dapat mematikan produksi gas dalam negeri karena harga pokok produksi gas di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga impor. Karena itu, produsen gas dalam negeri bisa-bisa jadi tidak mau memproduksi lagi. "Ya sudah impor saja kan. Kalau itu terjadi, maka Indonesia akan tegantung pada pasokan gas dari impor," kata dia.
Kondisi tersebut, lanjut Fahmi, tentu dapat membahayakan bagi industri yang membutuhkan gas di Indonesia ini. Terlebih lagi, menurut dia, harga impor gas itu fluktuatif dan tidak selalu murah. "Saat mahal dan kita sudah tidak produksi lagi, kita nanti beli mahal lagi. Itu bahayanya. Seperti yang terjadi pada komoditas pangan kan begitu," terang dia.
Menurutnya lagi, rencana untuk mengimpor LNG itu dari Singapura hanya mencari murah dan gampangnya saja. Pemerintah tidak mempertimbangkan hal itu untuk jangka panjang yang dapat menyebabkan ketergantungan tadi.
"Mereka tidak mempertimbangkan jangka panjang yang dapat menyebabkan Indonesia tidak punya kedaulatan energi lagi," tambah Fahmi.