REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional Bahlil Lahadalia mengungkapkan pembangunan industri LPG domestik penting untuk mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dalam rangka mewujudkan ketahanan energi. Menurut Bahlil, salah satu cara untuk mempercepat pengurangan impor LPG yakni membangun industri LPG di dalam negeri dengan memanfaatkan potensi C3 (propane) dan C4 (butana).
"Caranya adalah kita membangun LPG dengan menggunakan gas C3 dan C4 dan selebihnya kita akan dorong pada gasifikasi untuk jaringan gas kepada rumah rakyat," kata Bahlil di Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Konsumsi LPG Indonesia sekitar 8 juta ton per tahun dalam hal konsumsi dalam negeri. Sedangkan industri LPG domestik yang eksisting hanya memproduksi 1,4 juta ton per tahun dan Indonesia mengimpor LPG sekitar 6-7 juta ton per tahun.
"Arahan Bapak Presiden RI adalah bagaimana mempercepat proses mengurangi impor," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut.
Menurut Bahlil, langkah ini penting dilakukan untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan mengurangi defisit pada neraca perdagangan dan devisa negara. Saat ini Indonesia mengeluarkan devisa yang signifikan untuk impor LPG, sekitar Rp 450 triliun keluar setiap tahun untuk membeli minyak dan gas, termasuk LPG.
Hal ini berdampak langsung pada neraca perdagangan dan pembayaran negara, sehingga pembangunan industri domestik dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mengurangi beban tersebut. Bahlil juga menyoroti pentingnya pengembangan jaringan gas rumah tangga sebagai bagian dari upaya pelayanan pemerintah kepada masyarakat.