Rabu 16 Aug 2017 15:14 WIB

Kementan-FAO Siap Kembangkan Jagung di Lahan Marginal

Konsultan FAO mengunjungi Kementerian Pertanian untuk membahas Program Upsus terkait peningkatan produksi jagung di NTT.
Foto: Dok Humas Kementerian Pertanian
Konsultan FAO mengunjungi Kementerian Pertanian untuk membahas Program Upsus terkait peningkatan produksi jagung di NTT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pangan Dunia (FAO) siap bersinergi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2017. Sinergi tersebut terkait pengembangan jagung di lahan marginal yakni di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan membangun lumbung pangan di wilayah perbatasan.

Sinergi ini dilakukan melalui Program Upaya Khusus (Upsus) yang didukung oleh model konservasi pertanian yang tengah diimplementasi FAO untuk menjaga keberlanjutan kesuburan tanah. "Kemarin konsultan FAO datang ke Kementan, menyampaikan bahwa Program Upsus peningkatan produksi jagung di NTT sangat cocok disinergikan dengan model conservation agriculture yang dijalankan FAO," ujar Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur sekaligus Koordinator Program Upaya Khusus (Upsus) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Ani Andayani, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (16/8).

Menurut Ani, program Upsus merupakan wadah yang tepat untuk mengimplementasikan model tersebut. Hasilnya, kata dia, dapat dilihat langsung dari pemanfaatan lahan marginal dan besarnya produksi jagung. Model konservasi pertanian bertujuan meningkatkan kesuburan tanah melalui optimasi kelembapan tanah, efisiensi pemanfaatan air tanah, dan penggunaan bahan organik untuk kesuburan tanah.

Ani mengatakan, sinergi Kementan dengan FAO ini sangat positif untuk penerapan inovasi dan teknologi bagi pelaksanakan Program Upsus peningkatan produksi jagung di NTT dan NTB yang lahan pertaniannya relatif kurang subur dan banyak memiliki lahan terlantar atau dikenal lahan marginal. Dengan adanya kerja sama ini, di  Kementan berharap lahan marginal dapat dimanfaatkan sepenuhnya khususnya untuk menghasilkan jagung menuju swasembada.

Konsultan FAO, Joseph Viandrio, mengatakan sinergi model konservasi pertanian dengan Program Upsus merupakan langkah tepat untuk mempercepat pencapaian swasembada jagung. Menurut dia, Program Upsus, khususnya di NTT, berhasil meningkatkan pengembangan produksi jagung. Hal ini terlihat dari adanya penambahan luas lahan, bantuan insentif ke petani meningkat yakni berupa benih, pupuk, dan alat mesin pertanian serta perbaikan irigasi.

"Selain itu, sistem dan mekanisme pelaporan Program UPSUS sudah bagus. Dengan sistem dan mekanisme ini, model conservation agriculture dapat dengan mudah diimplemetansikan dan diadopsi para petani," kata Joseph.

Berdasarkan data Badan Pusat Data Statistik (BPS), realisasi luas tanam jagung di NTT pada musim tanam Oktober hingga Maret 2015-2016 sebesar 289.112 hektare. Luas tanam jagung pada musim tanam Oktober hingga Maret 2016-2017 sebesar 324.501 hektare. Realisasi luas tanam Oktober hingga Maret 2016-2017 ini melebihi target yang ditentukan yaitu 268.056 hektare. Sementara itu, luas lahan jagung NTT sebelum Program UPSUS pada musim tanam Oktober sampai Maret 2013-2014 hanya 248.979 hektare. Sinergi model dari FAO dinilai dapat mendukung Program UPSUS di NTT dan NTB, sebagai langkah maju menuju percepatan swasembadanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement