Senin 28 Jul 2025 06:53 WIB

Jadi Korban Beras Oplosan? YLKI Sebut Konsumen Bisa Tuntut Ganti Rugi

Konsumen dilindungi Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Petugas Kepolisian dari Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya bersama anggota Satgas Pangan lainnya saat melakukan inspeksi mendadak di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Sidak tersebut dilakukan untuk meninjau stok ketersediaan, kualitas dan harga beras. Dari hasil sidak tersebut, pihaknya belum menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh pedagang, namun akan melakukan peninjauan lebih lanjut dengan mengambil sampel untuk dilakukan uji lab. Kegiatan tersebut merupakan tindaklanjut dari temuan kecurangan pada sejumlah merek beras oleh Kementerian Pertanian.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas Kepolisian dari Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya bersama anggota Satgas Pangan lainnya saat melakukan inspeksi mendadak di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Sidak tersebut dilakukan untuk meninjau stok ketersediaan, kualitas dan harga beras. Dari hasil sidak tersebut, pihaknya belum menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh pedagang, namun akan melakukan peninjauan lebih lanjut dengan mengambil sampel untuk dilakukan uji lab. Kegiatan tersebut merupakan tindaklanjut dari temuan kecurangan pada sejumlah merek beras oleh Kementerian Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana menegaskan kasus dugaan pengoplosan beras kualitas rendah dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan premium di Riau merugikan negara, petani hingga konsumen.

"Pada dasarnya konsumen berhak untuk menuntut ganti rugi secara materil dan immateril ," ujar dia saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Ahad (27/7/2025).

Baca Juga

YLKI mendukung untuk pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif dari seluruh rantai pasok beras. Otoritas harus melakukan penindakan tegas tanpa pandang bulu dan pemberantasan mafia beras yang merugikan negara, petani dan konsumen.

Ia mengatakan YLKI menuntut adanya transparansi untuk masyarakat dari hasil investigasi dan penindakan tersebut.

"YLKI akan tetap mengawal kasus ini hingga tuntas. Ini suatu bentuk penipuan dan merugikan bagi negara dengan penyalahgunaan anggaran negara dengan melakukan pengoplosan (beras kualitas rendah menjadi) SPHP," ujar dia.

Hal itu merupakan pelanggaran berat hak konsumen, apalagi beras komoditas pangan esensial bagi konsumen, katanya, menegaskan.

"Jadi ini termasuk dalam hak fundamental konsumen untuk mendapatkan beras yang sesuai," katanya.

Dia menyebutkan ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Hal itu berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.

Lebih lanjut dia mengatakan tindak pengoplosan komoditas tersebut dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Konsumen tidak mendapatkan haknya dengan kualitas beras yang tidak sesuai.

Niti menyarankan perlunya penguatan sistem pengawasan dari hulu sampai hilir di setiap rantai pasok beras. Pengawasan juga perlu dilakukan secara pre-market, dengan pemeriksaan administrasi, pemeriksaan fisik sarana prasarana dan laboratorium untuk melakukan quality control.

"Pengawasan 'post market' ketika beras sudah masuk ritel juga harus dijaga kualitas dengan melakukan pengawasan secara berkala," tuturnya.

Ia mengatakan peran konsumen juga sangat penting dalam memberantas praktik pengoplosan beras. Menurut dia, konsumen bisa berperan sebagai pengawas, mata, dan telinga dari praktik kecurangan di lapangan serta melaporkan kepada pihak berwenang sebagai bentuk hadirnya masyarakat kritis dan tekanan publik yang kuat sehingga dilakukan penindakan oleh pemerintah.

"Dalam UU Perlindungan Konsumen lembaga konsumen juga diberikan amanat dan peran untuk melakukan pengawasan bersama dengan pemerintah dan masyarakat terhadap pelindung konsumen," kata Niti.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement