Selasa 19 Aug 2025 22:15 WIB

MA Turunkan Biaya Kasasi dan PK untuk Ringankan Beban Rakyat

Biaya kasasi jadi Rp400 ribu, PK Rp 2 juta mulai September.

Mahkamah Agung (MA) menurunkan biaya perkara kasasi dari Rp500 ribu menjadi Rp400 ribu dan biaya peninjauan kembali (PK) demi ringankan beban rakyat. (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mahkamah Agung (MA) menurunkan biaya perkara kasasi dari Rp500 ribu menjadi Rp400 ribu dan biaya peninjauan kembali (PK) demi ringankan beban rakyat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) menurunkan biaya perkara kasasi dari Rp500 ribu menjadi Rp400 ribu dan biaya peninjauan kembali (PK) dari Rp 2,5 juta menjadi Rp 2 juta guna meringankan beban finansial rakyat yang mencari keadilan.

Penurunan biaya perkara itu disampaikan Ketua MA, Sunarto, saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 MA RI di Jakarta, Selasa (19/8/2025). Keputusan tersebut tertuang dalam SK Ketua MA Nomor 140/KMA/SK.HK2/VIII/2025.

Baca Juga

“Kebijakan ini diharapkan mampu meringankan beban finansial para pencari keadilan serta memberikan akses layanan keadilan yang lebih luas bagi masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya di tingkat pengadilan tertinggi,” kata Sunarto dalam siaran di kanal YouTube MA.

Langkah itu ditempuh karena digitalisasi yang dilakukan MA membawa dampak positif. Sistem pengajuan kasasi dan PK secara elektronik yang diberlakukan sejak Mei 2024 terbukti menekan biaya penyelesaian perkara.

Sunarto menjelaskan, komponen biaya menjadi berkurang karena tidak ada lagi ongkos pengiriman berkas. Oleh karena itu, MA mengambil langkah strategis lanjutan dengan menurunkan biaya perkara pada tingkat kasasi dan PK. “Kebijakan ini berlaku mulai 1 September 2025 mendatang,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Sunarto juga menegaskan pelayanan hukum berkeadilan merupakan jaminan agar setiap warga negara dapat mengakses layanan peradilan secara sederhana, cepat, transparan, dan berbiaya ringan.

Ia menyebut ada dua landasan dalam penguatan pilar pelayanan hukum berkeadilan, yakni menghindari praktik pelayanan transaksional serta mendorong modernisasi melalui pemanfaatan teknologi informasi (TI). “Pelayanan peradilan harus dilandasi integritas dan profesionalisme, bukan transaksi yang memanfaatkan posisi dan kebutuhan masyarakat pencari keadilan. Segala bentuk pungutan di luar ketentuan resmi, gratifikasi, atau permintaan imbalan atas layanan peradilan harus dikikis agar tidak menjadi budaya di lembaga peradilan,” tegas Sunarto.

Selain itu, pemanfaatan TI menjadi instrumen penting dalam mewujudkan pelayanan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Ia meyakini inovasi merupakan kunci dalam menghadapi dinamika perkembangan zaman. “Pemanfaatan TI juga mampu memangkas hambatan birokrasi serta memperluas keterbukaan informasi,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement