REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) akan menggelar Sensus Ekonomi 2026 untuk memotret aktivitas ekonomi non-pertanian secara menyeluruh, termasuk sektor konstruksi. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan sensus ini menjadi agenda besar nasional.
“Pada tahun 2026 BPS akan melaksanakan hajat besar yaitu Sensus Ekonomi 2026, dan salah satu tujuannya adalah memotret aktivitas ekonomi non-pertanian secara menyeluruh termasuk sektor konstruksi,” kata Amalia di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Amalia menekankan perlunya sinergi dengan berbagai pihak, terutama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ia mengingatkan, sensus berbeda dengan survei karena tidak berbasis sampel. Seluruh pelaku usaha wajib terdata.
“Ini sensus, bukan survei. Artinya, harus terdata tanpa terkecuali. Oleh sebab itu kami mohon koordinasi agar seluruh pelaku usaha di sektor konstruksi dapat terdata dengan baik. Hasilnya tentu akan bermanfaat bagi Kementerian PU dan pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya.
Menurut Amalia, hasil Sensus Ekonomi 2026 bisa menjadi basis kebijakan yang kuat bila dilakukan secara komprehensif. “Kalau bisa dilakukan dan terdata dengan baik, ini akan menjadi feedback yang luar biasa,” imbuhnya.
Direktur Statistik Distribusi BPS RI, Sarpono, menambahkan sensus ekonomi terakhir dilakukan pada 2016. Sepuluh tahun terakhir, perekonomian Indonesia telah mengalami banyak dinamika yang perlu dipotret ulang.
Data yang akan dikumpulkan bersifat pokok, meliputi identitas usaha, alamat, jumlah tenaga kerja, nilai penjualan, serta modal usaha. BPS juga menjamin kerahasiaan data pemilik usaha, termasuk informasi penjualan dan identitas usaha.
Sensus ekonomi ini merupakan amanat Undang-Undang Statistik Nomor 16 Tahun 1997, mencakup seluruh skala usaha dari mikro, kecil, menengah hingga besar, dengan pengecualian untuk sektor pertanian.