REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan memastikan 75 ribu ton garam impor dari Australia tak akan mengganggu produksi dalam negeri. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, garam impor didatangkan untuk mengisi kekosongan di pasar akibat industri dalam negeri yang telah berhenti berproduksi karena ketiadaan bahan baku.
"Itu sudah diatur dari awal. Makanya kita izinkan 75 ribu ton, kebutuhan kita itu 100 ribu ton," kata Oke, di Auditorium Kemendag, Kamis (10/8).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pada Juli lalu, hanya ada sisa produksi sekitar 6 ribu ton. Artinya, jika ditambah dengan garam impor sebanyak 75 ribu ton, masih ada ruang cukup besar yang dapat diisi oleh sentra garam lokal.
Oke mengaku mendapat laporan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa sejumlah sentra garam di Madura sudah mulai berproduksi. Sehingga diharapkan mereka dapat memenuhi sisa kebutuhan yang belum terpenuhi.
"Jadi (impor) tidak ganggu produksi dalam negeri dan kebutuhan tetap terpenuhi," ujarnya.
Sebanyak 75 ribu ton asal Australia yang diimpor PT Garam (Persero) dijadwalkan masuk secara bertahap mulai Kamis (10/8). Menurut Oke, ada tiga pelabuhan yang akan menjadi pintu masuk bagi komoditi impor tersebut, yakni Pelabuhan Ciwandan di Banten, Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan Pelabuhan Belawan di Medan. Masing-masing kapal akan membawa sebanyak 25 ribu ton.
Selanjutnya, sambung Oke, PT Garam akan mendistribusikan garam impor itu ke sejumlah industri yang akan mengolahnya menjadi garam konsumsi beryodium.