Sabtu 01 Apr 2017 05:03 WIB

Dirjen Pajak: Saya tak Perlu Data Transaksi Kartu Kredit

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Membayar dengan kartu kredit/ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Membayar dengan kartu kredit/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memilih menarik kembali surat edaran soal penyampaian data transaksi kartu kredit yang sebelumnya dikirim oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kepada perbankan. Pemerintah tadinya ingin menagih data transaksi kartu kredit dari perbankan untuk memberikan gambaran jelas soal pengeluaran nasabah terkait pengumpulan pajak penghasilan.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, pihaknya memilih untuk mencabut Surat Edaran nomor S-119/PJ.10/2017 tentang pemberitahuan kelanjutan penyampaian data kartu kredit ke Ditjen Pajak. Menurut Ken, pada prinsipnya pihaknya tidak memerlukan data transaksi kartu kredit yang dimiliki nasabah perbankan.

Padahal, kebijakan ini sebetulnya sudah berjalan sejak tahun lalu di masa Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurut Ken, data transaksi kartu kredit tidak bisa memberikan gambaran akurat terkait dengan penghasilan wajib pajak.

"Itu kan utang. Kan ada plafonnya, misalnya beli barang Rp 50 juta. Memang gaji saya Rp 50 juta? Kan enggak juga. Jadi utang, bukan penghasilan. Penghasilannya report sendiri saja, self assesment," ujar Ken ditemui di Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar Jakarta, Jumat (31/3).

Sementara soal data pembanding yang bisa dijadukan acuan dalam pemeriksaan wajib pajak, Ken menyebut bahwa Indonesia akan segera bergabung dalam Otomatisasi Keterbukaan Informasi (AEoI) pada 2018 mendatang. Melalui skema tersebut, Indonesia akan bertukar data perbankan atas wajib pajak baik di dalam atau luar negeri.

"Nggak. Kita nggak gunakan kartu kredit. Karena potensinya nggak akurat. Bagi saya kartu kredit potensinya nggak akurat," ujar Ken lagi,

Ia melanjutkan, persoalan penarikan data transaksi kartu kredit ini akan dilakukan pembahasan lanjutan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Meski begitu, ia menegaskan bahwa Menkeu sudah sepakat bahwa data transaksi kartu kredit tidak akurat untuk memberikan gambaran soal potensi pajak penghasilan.

Apalagi, lanjutnya, nasabah pemegang kartu kredit adalah nasabah peminjam, bukan nasabah penyimpan. Artinya, menurut UU Perbankan pun data nasabah peminjam tidak dirahasiakan.

Ken malah mendorong wajib pajak dan masyarakat untuk semakin gencar menggunakan kartu kredit. Alasannya, konsumsi yang tinggi akan ikut meningkatkan penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Perlu diketahui bahwa pembelian barang konsumsi sebetulnya sudah termasuk pembayaran PPN di dalamnya.

"Kartu kredit apaan sih. Utang kok. Bukan penghasilan. Cuma benar kamu tadi. Itu mencerminkan kemampuan daya beli. Menurut saya sebaiknya masyarakat gunakan KK sebanyak mungkin supaya PPN saya naik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement