Rabu 04 Jan 2017 19:21 WIB

Reformasi Kebijakan Pajak Trump Picu Bisnis Minyak AS

Rep: it Septyaningsih/ Red: Budi Raharjo
Donald Trump
Foto: Reuters
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, Bisnis minyak di Amerika Serikat kini berada dalam posisi unik demi melindungi kepentingan proposal partai Republik terhadap pajak impor. Hal ini karena kabinet presiden terpilih Trump cukup sensitif pada risiko harga bensin yang lebih tinggi.

Kabinet Trump yang muncul di antaranya Exxon Mobil Corp Chief Executive Officer Rex Tillerson sebagai sekretaris negara, lalu mantan gubernur Texas Rick Perry sebagai sekretaris energy, dan Jaksa Agung Oklahoma Scott Pruitt sebagai administrator Badan Perlindungan Lingkungan. Trump sendiri tidak merahasiakan dukungannya untuk sektor energi.

Sebenarnya Partai Republik dan Demokrat memang  memiliki hubungan industri cukup dekat di Kongres. Hal itu termasuk ketua House panel pajak Kevin Brady, ia adalah anggota Partai Republik dari Texas mengambil alih kabupaten di pinggiran kota Houston utara.

House Republik ingin mengadopsi reformasi pajak yang tajam, dengan mengurangi tariff pajak untuk perusahaan, dan mengakhiri perpajakan dari keuntungan perusahaan luar negeri Amerika Serikat. Namun ketentuan yang dikenal sebagai penyesuaian perbatasan tersebut mengundang kontroversi.

Meski tujuannya untuk meningkatkan manufaktur AS dengan membebaskan pendapatan ekspor dari pajak, tapi ketentuan itu dikhawatirkan oleh beberapa industri sebab akan terkena pajak impor juga. Hal ini dikarenakan, penyulingan minyak AS mengimpor sekitar setengah minyak mentah yang digunakan sebagai bahan membuat bensin, diesel, dan produk lainnya.

Para Analis mengatakan, perubahan tersebut dapat menyebabkan harga bensin lebih tinggi sehingga berpotensi melemahkan pertumbuhan ekonomi. Perusahaan minyak terintegrasi seperti Exxon, Chevron Corp, BP Plc, Royal Dutch Shell Plc, serta ConocoPhilips pun bisa terkena dampaknya, tergantung apakah mereka termasuk importer bersih atau sebaliknya.

“Saya tidak melihat ini sebagai campuran dari tokoh kepemimpinan di DPR, Senat, dan Gedung Putih, melakukan sesuatu yang berefek pada kenaikan harga bensin,” ujar Analis Energi dari perusahaan investasi di Washington Height Securities Peter Cohn, seperti dikutip Reuters, Rabu, (4/1).

Bahayanya adalah, langkah untuk melindungi penyuling minyak justru bisa membukan pintu bagi industri lain, para pengecer dan automaker juga bakal menghadapi biaya tingggi bila tak mampu lagi mengurangi biaya impor dari penghasilan kena pajak mereka.  Seperti efek knock-on yang bisa mencegah penyesuaian perbatasan dari kenaikan, maka diharapkan pendapatan mencapai 1 triliun dolar AS demi membantu membayar tarif pajak lebih rendah pada dekade berikutnya

“Kami berharap peningkatan kekhawatiran ini menjadi proses awal bagi anggota kongres untuk mempertimbangkan berbagai isu dengan hati-hati,” ujar Presiden dari kelompok perdagangan American Fuel dan Petrochemical Manufacturers Chet Thompson.

Beberapa ekonom tampak mengabaikan kekhawatiran industri terkait biaya impor lebih tinggi. Menurut mereka, nilai dolar akan naik dalam menanggapi perubahan pajak sweeping tersebut, sehingga nantinya dapat mengurangi biaya impor.

Mereka memprediksi, pasar mata uang bakal menyesuaikan diri dengan harga minyak lebih tinggi dengan menurunakan nilai dolar dari minyak mentah. “Argumen ini oleh industri minyak, terus terang salah semua,” tutur mantan direktur Kantor Anggaran nonpartisan yang sekarang memimpin American Action Forum Douglas Holtz.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement