REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik mencatatkan inflasi sebesar 0,42 persen pada Desember 2016. Adapun tingkat inflasi untuk tahun kalender (Januari-Desember) mencapai 3,02 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, data inflasi bulan Desember didapat dari 82 kota di seluruh Indonesia. Dari hasil pendataan 78 kota mengalami inflasi, sedangkan 4 kota lainnya mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi terdapat di kota Lhoukseumawe sebesar 2,25 persen. Sementara inflasi terendah terdapat dik dua kota yakni Padang Sidampuan dan Tembilahan sebesar 0,02 persen. Untuk deflasi tertinggi terdapat di kota Manado 1,52 persen.
BPS menilai bahwa inflasi tahunan pada 2016 menjadi terendah sejak 2010. Inflasi 2016 (Januari-Desember) mencapai 3,02 persen. Dia mengatakan inflasi 2016 dapat dicapai rendah karena inflasi bulanan yang mampu dijaga. Hal tersebut akhirnya berpengaruh pada inflasi tahunan.
"Inflasi ini sangat terjaga dan menjadi inflasi paling baik sejak 2010," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (3/1).
Suhariyanto menuturkan, pada 2011 nilai inflasi mencapai 3,79 persen. Pada 2012 nilai inflasi ini naik mencapai 4,30 persen. Inflasi ini terus melonjak dan nilainya sangat tinggi hingga 8,38 pada 2013, dan hanya turun sedikit menjadi 8,36 pada 2014.
Pemerintah baru bisa menekan inflasi di tahun berikutnya. Inflasi ini baru bisa turun pada 2015 menjadi 3,35 persen. Prediksi Pemerintah untuk menurunkan inflasi kembali dan menahan tidak melambung hingga 4 persen tercapai. Sebab inflasi pada 2016 telah mencapai 3,02 persen.
Meski demikian, Suhariyanto berharap Pemerintah masih bisa menekan sejumlah komoditas yang terpantau mengalami inflasi terbesar. Komoditas ini seperti cabai merah, bawang merah, rokok kretek filter, angkutan transportasi, bawang putih, tarif pulsa ponsel, ikan segar, rokok kretek, tarif kontrak rumah, dan tarif sewa rumah.
"Ini sudah bagus inflasi, tapi kami harap pemerintah masih bisa menekan inflasi komoditas ini," kata dia.