Senin 12 Dec 2016 08:59 WIB

Hipmi Sebut Pemerintah Kurang Serius Atasi Ketimpangan Ekonomi

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Warga miskin
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Warga miskin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ‎Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Anggawira menilai pemerintah dari beberapa periode lalu kurang berupaya dalam mengentaskan kemiskinan yang menyebabkan ketimpangan ekonomi. Dari data-data yang dihimpun Hipmi menunjukan angka indikator kesenjangan Indonesia meningkat secara tajam selama periode 2003-2014 dari 0,3 menjadi 0,41. 

Ketimpangan ekonomi yang terus melebar ini akan memicu keresahan sosial karena menimbulkan berbagai dampak negatif seperti meningkatnya pengangguran, angka kriminalitas, kemiskinan, dan lain sebagainya. "Negara bisa mengalami kemunduran karena masalah tersebut," kata Anggawira melalui siaran pers yang diterima Republika, Senin (12/12).

Tahun ini, ungkap Anggawira, jumlah penduduk miskin di Jakarta mendekati 385.000 orang atau 3,75 persen. Artinya terjadi peningkatan sebanyak 0,14 poin. Kenaikan angka rasio tersebut disebabkan karena kenaikan pendapatan penduduk level keatas tumbuh terlalu cepat, sementara kenaikan pendapatan masyarakat menengah kebawah mengalami perlambatan. 

Penduduk menengah kebawah  tidak mampu setara dengan pendapatan penduduk menengah keatas. Hal ini, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan.

Terlepas dari masalah ketimpangan pendapatan, ada pula faktor lain yang memicu terjadinya ketimpangan sosial di dalam negeri yakni, sebesar 1 persen penduduk Indonesia menguasai hampir 70 persen aset negara. Merujuk dari laporan terbaru yang dimiliki HIPMI, menunjukan sebasar 1 persen orang terkaya di dalam negeri yang berjumlah 164 juta menguasai sendiri kekayaan negara yang bernilai 1,8 triliun dolar AS pada tahun ini.  

Meskipun telah terjadi pelemahan global yang mengakibatkan kerugian kepada para penduduk kaya tersebut, namun pangsa kekayaan dari 1 persen penduduk tersebut masih memiliki trend naik. Sebab, mereka masih menyimpat aset kekayaan dalam warisan, atau berinvestasi. 

“Angka-angka tersebut menunjukan bahwa keadilan sosial di negara ini masih jauh dari harapan. Sekaligus, memperlihatkan kesenjangan ekonomi yang sangat dalam," ujarnya.

Salah satu cara yang bisa dijalankan Pemerintah melalui redistribusi aset, agar‎  hak guna usaha (HGU) atas tanah, maupun aset lain yang selama ini hanya dikuasai oleh segelintir penduduk dapat pula dimaanfatkan oleh masyarakat yang berhak merasakannya.

Redistribusi aset, lanjut Anggawira akan menghasilkan stabilitas internal, dan demokratis. Keadaan demikian akan mendorong investasi yang diperlukan untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi.  

Cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi ketimpangan sosial antaralain, dengan menerapkan pajak progresif kepada pengusaha yang sudah lama menikmati lahan untuk bisnis, menekan penghindaran pajak oleh pengusaha besar, atau individu tergolong kaya, menggeser beban pajak dari tenaga kerja konsumsi, menjadi ke pajak modal dan kekayaan. 

"Pemerintah  jangan hanya konsen dibidang politik, dan mengabaikan masalah ekonomi di Indonesia.  Pemerintah perlu melakukan ‘dobrakan’ baru di tahun depan sebagai upaya memperkecil  angka kesenjangan ekonomi dalam negeri," kata Anggawira.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement