Sabtu 01 Oct 2016 08:09 WIB

Kenaikan Cukai Rokok Sumbang Inflasi 0,23 Persen

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Petugas toko mengambil rokok untuk konsumen di salah satu ritel, Jakarta, Ahad (21/8). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Petugas toko mengambil rokok untuk konsumen di salah satu ritel, Jakarta, Ahad (21/8). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan cukai hasil tembakau yang ditetapkan pada tahun depan diproyeksikan akan menyumbang inflasi sebesar 0,23 persen. Angka tersebut didapat dari kenaikan tarif hasil tembakau yang ditetapkan, dengan kenaikan rata-rata tertimbang untuk seluruh jenis hasil tembakau sebesar 10,54 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan cukai memang akan berimbas pada naiknya inflasi, akibat penyerapan produk rokok di pasar yang masih tinggi. Meski begitu, Sri mengaku belum ada perhitungan rinci soal imbas kenaikan cukai rokok terhadap angka kemiskinan.

"Kemiskinan kita harus hitung lagi, karena tentu saja kalau konsumsi turun dengan kenaikan dan peredaran bisa dibatasi kesehatan membaik, kemiskinan membaik, tapi demografi kita harus cek," ujar Sri di Kantor Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat (30/9).

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok tahun 2017 mendatang dengan tarif tertinggi naik 13,46 persen. Kenaikan teresebut berlaku untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM). Sedangkan kenaikan tarif cukai terendah sebesar 0 (nol) persen berlaku untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB.

Selain itu, Sri juga menjelaskan mengapa pemerintah belum bisa menaikkan cukai rokok di atas 15 persen. Padahal dorongan untuk menaikkan cukai rokok semakin tinggi selama dua bulan terakhir, setelah ada wacana untuk menaikkan cukai rokok hingga harga rokok menyentuh Rp 50 ribu per bungkus.

Menurut Sri, dalam menentukan tarif cukai hasil tembakau pemerintah harus memperhatikan lima aspek yakni pengendalian produksi, faktor kesehatan, keterjagaan jumlah tenaga kerja, pencegahan peredaran rokok ilegal, dan penerimaan negara dari cukai. Kebijakan ini sekaligus menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok dengan rata-rata kenaikan 12,26 persen.

"Keputusan itu dibuat dengan pertimbangkan kelima aspek yang saya sebutkan sebelumnya dari aspek kesehatan, tenaga kerja, penangan rokok ilegal, aspek penerimaan negara, dan earnmarking (pengalokasian anggaran untuk perubahan industri rokok dari sisi kesehatan)," ujar Sri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, langkah yang ia ambil untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau menjawab keresahan masyarakat selama beberapa bulan belakangan soal kebijakan cukai rokok. Ia mengaku, pemerintah harus mengakomodir seluruh aspek yang ada, baik aspek kesehatan dan upaya pengendalian , namun di sisi lain pemerintah menjaga keberlangsungan industri rokok yang berimbas kepada 6 juta tenaga kerja.

Sri mengungkapkan, pemerintah menyadari bahwa komoditas hasil tembakau memiliki imbas yang buruk untuk kesehatan masyarakat. Namun menurutnya, langkah pengendalian selama ini dilakukan pemerintah melalui keberadaan tarif cukai rokok yang trennya meningkat dari tahun ke tahun. Di satu sisi, kata Sri, pemerintah memiliki peran penting untuk memikirkan nasib pekerja yang selama ini menggantungkan hidup di industri rokok.

Sri menjelaskan, selama 10 tahun belakangan pertumbuhan produksi hasil tembakau dapat dikendalikan dengan tren penurunan produksi sebesar -0,28 persen. Bila dikombinasikan dengan pertumbuhan jumlah penduduk sebesar 1,4 persen per tahunnya, Sri menilai bahwa pengendalian produksi rokok selama ini cukup berhasil.

Ditilik dari penyerapan tenaga kerja, Kemenkeu mencatatkan ada 401.989 orang yang terlibat langsung dalam industri ini. Sementara 0,75 persen dari jumlah tersebut atau 291.824 orang bekerja di industri sigaret kretek tangan yang merupakan industri padat karya. Bahkan kalau ditambah dengan keberadaan sektor informal, industri rokok menyangkut nasib 6 juta orang.

Soal penerimaan negara, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kontribusi cukai terhadap APBN hingga kini berada pada kisaran 10 hingga 12 persen. Sementara untuk tahun 2014 kontribusi cukai terhadap APBN adalah sebesar 12,29 persen, tahun 2015 sebesar 11,68 persen, dan tahun 2016 sebesar 11,72 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement