REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB UB) merekomendasikan pemerintah menetapkan regulasi rokok elektrik yang lebih seimbang dalam aspek harga, promosi, dan area penggunaan. Direktur PPKE FEB UB, Prof Candra Fajri Ananda, mengemukakan hasil kajian yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan regulasi pada produk rokok elektrik.
Kondisi tersebut menciptakan insentif konsumsi lebih tinggi dibandingkan rokok tembakau konvensional sehingga mendorong pergeseran perilaku konsumen.
“Regulasi yang seimbang akan membuat produk elektrik tidak lagi dipersepsikan lebih aman atau lebih menarik dibandingkan produk tembakau legal,” kata Prof Candra saat paparan hasil kajian PPKE FEB UB bertajuk Dinamika Regulasi dan Masa Depan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia, dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (29/9/2025).
Studi PPKE FEB UB juga menyoroti pentingnya mengkaji ulang pengaturan promosi rokok elektrik di media sosial dan platform daring. Hal ini dinilai mendesak mengingat segmen utama yang disasar adalah kelompok usia muda. Pembatasan akses pembelian daring juga perlu ditegakkan agar penjualan produk lebih terkontrol.
Selain itu, peningkatan tarif cukai terhadap rokok elektrik perlu diiringi pembatasan area penggunaan, sebagaimana regulasi rokok tembakau.
“Kebijakan ini akan membantu mencegah persepsi keliru di masyarakat bahwa rokok elektrik adalah produk bebas risiko, sekaligus menekan prevalensi penggunaannya di kalangan generasi muda,” ujar Prof Candra.
Hasil survei menunjukkan sebagian besar pengguna rokok elektrik (64 persen) baru mulai mengonsumsinya dalam rentang waktu 1–3 tahun terakhir. Dari sisi usia, mayoritas pengguna (51 persen) memulai konsumsi rokok elektrik pada usia 18–22 tahun.
“Temuan ini mengindikasikan bahwa remaja akhir hingga dewasa muda merupakan kelompok dominan dalam adopsi awal penggunaan rokok elektrik,” jelas Prof Candra.
Dari jenis produk yang digunakan, sistem pod menjadi pilihan paling populer dengan dominasi pod system open pod sebesar 53 persen dan pod system closed pod sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan fleksibilitas open pod lebih disukai pengguna.
“Data ini menggambarkan bahwa rokok elektrik merupakan tren baru yang terutama digerakkan oleh kelompok usia muda dengan preferensi kuat terhadap sistem pod sebagai bentuk konsumsi utama,” imbuh Prof Candra.