Senin 29 Sep 2025 06:02 WIB

Akademisi Dorong Pemerintah Perketat Regulasi Rokok Elektrik

Harga, promosi, hingga area penggunaan dinilai perlu pengaturan lebih adil.

Penjual mengambil botol berisi cairan rokok elektronik (vape) di Jakarta, Senin (25/8/2025). Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo) mendorong pemerintah untuk lebih aktif menindak penjualan vape ilegal di marketplace. Ketua Umum Arvindo, Fachmi Kurnia Firmansyah Siregar, menilai praktik tersebut merugikan industri vape yang selama ini mematuhi regulasi pemerintah. Fenomena tersebut berbanding terbalik dengan upaya ritel vape resmi yang menjual produk dengan pita cukai serta melarang anak-anak di bawah usia 21 tahun membeli produk tersebut. Direktorat Jenderal Bea Cukai mencatat penerimaan cukai dari vape atau rokok elektrik masih memiliki tren yang meningkat. Berdasarkan data penerimaan cukai vape pada 2024 sebesar Rp2,65 triliun atau meningkat 43,7 persen secara tahunan (YoY) dibandingkan 2023 yang sebesar Rp1,84 triliun. Diperkirakan penerimaan cukai dari vape akan terus meningkat dan berlanjut pada tahun ini.
Foto: Republika/Prayogi
Penjual mengambil botol berisi cairan rokok elektronik (vape) di Jakarta, Senin (25/8/2025). Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo) mendorong pemerintah untuk lebih aktif menindak penjualan vape ilegal di marketplace. Ketua Umum Arvindo, Fachmi Kurnia Firmansyah Siregar, menilai praktik tersebut merugikan industri vape yang selama ini mematuhi regulasi pemerintah. Fenomena tersebut berbanding terbalik dengan upaya ritel vape resmi yang menjual produk dengan pita cukai serta melarang anak-anak di bawah usia 21 tahun membeli produk tersebut. Direktorat Jenderal Bea Cukai mencatat penerimaan cukai dari vape atau rokok elektrik masih memiliki tren yang meningkat. Berdasarkan data penerimaan cukai vape pada 2024 sebesar Rp2,65 triliun atau meningkat 43,7 persen secara tahunan (YoY) dibandingkan 2023 yang sebesar Rp1,84 triliun. Diperkirakan penerimaan cukai dari vape akan terus meningkat dan berlanjut pada tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB UB) merekomendasikan pemerintah menetapkan regulasi rokok elektrik yang lebih seimbang dalam aspek harga, promosi, dan area penggunaan. Direktur PPKE FEB UB, Prof Candra Fajri Ananda, mengemukakan hasil kajian yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan regulasi pada produk rokok elektrik.

Kondisi tersebut menciptakan insentif konsumsi lebih tinggi dibandingkan rokok tembakau konvensional sehingga mendorong pergeseran perilaku konsumen.

Baca Juga

“Regulasi yang seimbang akan membuat produk elektrik tidak lagi dipersepsikan lebih aman atau lebih menarik dibandingkan produk tembakau legal,” kata Prof Candra saat paparan hasil kajian PPKE FEB UB bertajuk Dinamika Regulasi dan Masa Depan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia, dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (29/9/2025).

Studi PPKE FEB UB juga menyoroti pentingnya mengkaji ulang pengaturan promosi rokok elektrik di media sosial dan platform daring. Hal ini dinilai mendesak mengingat segmen utama yang disasar adalah kelompok usia muda. Pembatasan akses pembelian daring juga perlu ditegakkan agar penjualan produk lebih terkontrol.

Selain itu, peningkatan tarif cukai terhadap rokok elektrik perlu diiringi pembatasan area penggunaan, sebagaimana regulasi rokok tembakau.

“Kebijakan ini akan membantu mencegah persepsi keliru di masyarakat bahwa rokok elektrik adalah produk bebas risiko, sekaligus menekan prevalensi penggunaannya di kalangan generasi muda,” ujar Prof Candra.

Hasil survei menunjukkan sebagian besar pengguna rokok elektrik (64 persen) baru mulai mengonsumsinya dalam rentang waktu 1–3 tahun terakhir. Dari sisi usia, mayoritas pengguna (51 persen) memulai konsumsi rokok elektrik pada usia 18–22 tahun.

“Temuan ini mengindikasikan bahwa remaja akhir hingga dewasa muda merupakan kelompok dominan dalam adopsi awal penggunaan rokok elektrik,” jelas Prof Candra.

Dari jenis produk yang digunakan, sistem pod menjadi pilihan paling populer dengan dominasi pod system open pod sebesar 53 persen dan pod system closed pod sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan fleksibilitas open pod lebih disukai pengguna.

“Data ini menggambarkan bahwa rokok elektrik merupakan tren baru yang terutama digerakkan oleh kelompok usia muda dengan preferensi kuat terhadap sistem pod sebagai bentuk konsumsi utama,” imbuh Prof Candra.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement