Ahad 07 Aug 2016 17:50 WIB

Pemotongan Anggaran Bisa Pengaruhi Pertumbuhan Jangka Pendek

Red: Nur Aini
Pemotongan Anggaran (ilustrasi)
Pemotongan Anggaran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ekonom mengapresiasi strategi pemerintah menerapkan ekspansi fiskal dengan mendorong belanja pemerintah yang dinilai terbukti efektif mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2016. Meski begitu, di sisi lain para ekonom khawatir pemangkasan anggaran belanja dapat memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.

Ekonom Senior Kenta Institute Eric Sugandi mengatakan, strategi counter cyclical pemerintah guna menggenjot pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat dengan menggenjot belanja pemerintah bisa dibilang efektif. "Untuk kuartal II-2016, kelihatanya strategi counter cyclical melalui pengeluaran pemerintah dan menjaga daya beli masyarakat untuk mendorong konsumsi, selain juga karena ada faktor konsumsi musiman (seasonal consumption) selama Ramadhan, cukup efektif mendorong pertumbuhan," kata Eric di Jakarta, Ahad (7/8).

Selama kuartal II 2016, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18 persen dari kuartal II 2015 sebesar 4,66 persen, berkat lonjakan ekspansi belanja pemerintah yang naik dari 2,61 persen pada kuartal I menjadi 6,28 persen di mana nilai belanjanya naik dari Rp 384,74 triliun menjadi Rp 474,28 triliun.

Apresiasi juga datang dari Ekonom FE UI Telisa Aulia Falianty yang menjelaskan bahwa ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah adalah dengan menggenjot infrastruktur. Dia menilai belanja pemerintah tersebut juga memerlukan kepastian hukum. Hal ini karena jika kepastian hukumnya tidak dijalankan, maka sama saja tidak berguna. "Jika punglinya banyak dan sulit mendapatkan izin, ya itu sama saja," ujarnya.

 

Terkait pemangkasan anggaran di tengah sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang belum terlihat, Eric Sugandi dan Telisa Falianty menilai akan ada pengaruh negatif bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Mereka khawatir pemotongan belanja dengan berdalih untuk menjaga kredibilitas fiskal akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Apalagi Indonesia termasuk sedikit dari negara yang menjaga keseimbangan defisit fiskal di bawah 3 persen dibandingkan negara lain yang dapat secara leluasa menggunakan instrumen fiskal untuk memacu pertumbuhan ekonomi seperti Malaysia yang memiliki defisit fiskal 3,7 persen, India senantiasa di atas 3,7 persen, Jepang minus 6,2 persen.

"Walau ada pengaruh negatif ke pertumbuhan ekonomi (ceteris paribus), pemotongan belanja pemerintah memang harus dilakukan untuk menjaga defisit total APBN dan APBD tidak melebihi 3 pesen dari PDB nominal sesuai undang-undang keuangan negara. Kita masih menunggu hasil tax amnesty, lebih baik tidak ambil risiko dengan tidak melakukan pemotongan belanja pemerintah," kata Eric.

Untuk menerapkan strategi ekspansi fiskal, Eric menilai, pemerintah harus melihat kondisi terlebih dahulu defisit APBNP-nya. "Belum ada jaminan target tambahan penerimaan pemerintah dari tax amnesty yang Rp 165 triliun pasti tercapai. Kebijakan pemerintah sudah cukup ekspansif di kuartal II 2016 tapi perlu juga lihat kondisi defisit APBNP," kata Eric.

 

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement