Ahad 31 Jul 2016 15:32 WIB

Perizinan Dalam Negeri Dinilai Masih Hambat Investasi

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Investasi di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Investasi di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat adanya perlambatan masuknya investasi asing ke Indonesia pada semester I 2015. Sulitnya perizinan dinilai menjadi salah satu penyebab lambatnya investasi asing tersebut.

Pengamat Ekonomi Reza Priyambada mengatakan selama ini banyak investor yang mencari negara baru untuk menanamkan investasi mereka. Pelemahan perekonomian di negara-negara maju seperti Amerika, Cina, dan negara di Benua Eropa membuat investor melihat bahwa negara berkembang lebih cocok dijadikan tempat berinvestasi seperti daerah Asia. Namun, persaingan yang kompetitif di antara negara berkembang juga menjadi faktor yang harus diwaspadai. Kemudahan berinvestasi di sebuah negara dinilainya membuat  mereka mampu menarik banyak investor untuk berinvestasi.

"Negara kita sebenarnya berpotensi mendatangkan banyak investor. Tapi kalau perizinannya menyulitkan mereka (investor) pasti memilih untuk berinvestasi di negara lain seperti Myanmar, Vietnam, atau Filipina," kata Reza dalam sebuah dikusi, Ahad (31/7).

Kepala Riset NH Korindo Securities ini mencontohkan, untuk perizinan satu pintu di BKPM dan pelayanan tiga jam yang dijanjikan pemerintah pusat belum bisa dilakukan secara menyeluruh di setiap daerah. Padahal peran serta pemerintah daerah dalam mensukseskan pertumbuhan investasi sangatlah penting karena banyak investor sebenarnya mulai mencari daerah luar Jawa dan Sumatra dalam melancarkan bisnis mereka.

Sebelumnya, BKPM mencatat fluktuasi perlambatan investasi asing di Indonesia secara umum masih relatif stabil dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Berdasarkan data BKPM, realisasi penanaman modal asing (PMA) secara year on year naik 12,2 persen yakni dari Rp 174,2 triliun menjadi Rp 195,5 triliun. Bidang usaha investasi PMA pada semester I 2016 paling banyak yakni industri kertas, barang dari kertas dan percetakan senilai Rp 2,4 miliar serta terdapat 130 proyek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement